Jakarta, Kirani – Setelah dua tahun yang melelahkan, akhirnya pandemi Covid-19 perlahan mulai bergeser ke arah endemi. Pemerintah pun mulai melonggarkan beberapa aturan terkait pencegahan pandemi. Dan kegiatan seni pertunjukkan yang sempat terhenti, kini mulai mendapatkan ijin untuk kembali berkreasi di atas panggung dan disaksikan langsung oleh para penikmat seni di gedung pertunjukan.
Tentu saja ini sebuah perkembangan yang sangat menggembirakan, dan langsung disambut baik oleh Titimangsa dengan menampilkan produksinya yang ke-53, “Tegak Setelah Ombak” Monolog Happy Salma Dalam Teater Musikal Inggit Garnasih. Pementasan yang terinspirasi dari roman Kuantar Ke Gerbang karya Ramadhan KH ini berlangsung pada Jumat dan Sabtu, 20 dan 21 Mei 2022, pukul 20.00 WIB di Ciputra Artpreneur Theatre, Kuningan, Jakarta. Sebuah persembahan Titimangsa bekerjasama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation dan Sleepbuddy.
Happy Salma selaku produser dan pemeran Inggit Garnasih mengungkapkan, “Inggit adalah sosok penting dan saksi berbagai peristiwa masa perjuangan yang dilalui oleh para tokoh pendiri bangsa ini. Inggit adalah sebuah spirit tentang kejujuran dan cerminan kedalaman perasaan seorang perempuan. Ini adalah sebuah fase yang tidak pernah dibicarakan dalam narasi sejarah besar, kisah yang ada di wilayah domestik para pendiri bangsa ini. Sebagai seorang produser dan aktor, saya memerlukan konsentrasi dan stamina lebih untuk memainkan dua peran ini. Beruntung, proses produksi dan dialog-dialog dengan segenap tim kerja terjadi dengan sangat baik. Mereka adalah para seniman mumpuni dengan reputasi terpujikan di bidangnya masing-masing yang mencurahkan energi terbaiknya untuk mewujudkan pertunjukan ini.”
Inggit Garnasih, istri kedua dari Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno ini selama 20 tahun pernikahan, setia mengantar Soekarno lulus dari sekolahnya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), mendukung ekonomi keluarga saat Soekarno memulai pergerakan, menghidupi Soekarno dengan berjualan jamu, alat-alat rumah tangga dan pertanian, merawat semangatnya saat Soekarno ditahan di penjara Sukamiskin, mendampinginya dalam pengasingannya di Ende dan Bengkulu.
Namun, ketika Bung Karno akhirnya akan sampai di gerbang Istana menjelang kemerdekaan bangsa yang didamba, Inggit justru mengemas barang-barang dan kenangan dalam koper tuanya dan kembali ke Bandung. Ia memilih mempertahankan martabatnya sebagai perempuan dan menolak dimadu ketika Soekarno menyatakan ingin menikah lagi. Meski dijanjikan menjadi istri utama, Inggit Garnasih memilih mengatakan tidak kepada Bapak pendiri bangsa ini.
Ratna Ayu Budhiarti, penulis naskah monolog Inggit berujar, “Penulisan naskah monolog Inggit dimulai sejak 2017, setelah berbincang bersama Kang Wawan Sofwan dan Happy Salma. Terinspirasi dari roman Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH, saya ingin menghadirkan kembali kisah Inggit yang layak dikenang serta diteladani. Saya berupaya menghadirkan petikan-petikan peristiwa dalam kehidupan Inggit selama mendampingi Soekarno, dimulai dari sejengkal jarak yang mendekatkan, diakhiri pula dengan sejengkal jarak yang menjauhkan. Namun Inggit tetap tegak setelah dihantam ombak.”
Keputusan untuk menghadirkan kembali pementasan ini dalam bentuk teater musikal merupakan ide dari Wawan Sofwan selaku Sutradara pertunjukan. ”Ketika Happy Salma mengabari saya bahwa ia ingin memerankan lagi tokoh Inggit Garnasih, saya memberikan tawaran bagaimana jika monolog ini dihadirkan dalam bentuk musikal? Sebab musikal juga berkaitan dengan tradisi Sunda, di mana nyanyian adalah bentuk curahan perasaan. Saya berpikir akan lebih kuat apabila ungkapan-ungkapan kegelisahan tokoh Inggit dihadirkan dalam bentuk nyanyian. Tokoh Inggit hadir sebagai seorang perempuan yang memilih mengingat sesuatu yang baik meski ia dilanda kesedihan mendalam,” tutur Wawan.
Sebelumnya, Titimangsa sempat mementaskan Monolog Inggit sebanyak 13 kali pada periode tahun 2011-2014 di Jakarta dan Bandung. Kali ini, Titimangsa menghadirkan ‘Monolog Inggit’ yang berbeda dari sebelumnya dengan didukung oleh orang-orang yang mumpuni dan berdedikasi di bidangnya yaitu Happy Salma (Pemain & Produser), Marsha Timothy (Ko-produser), Wawan Sofwan (Sutradara), Ratna Ayu Budhiarti (Penulis Naskah), dengan arahan musikal dari Dian HP (Komposer), Avip Priatna (Konduktor), yang diiringi lantunan musik Jakarta Concert Orchestra dan suara merdu dari Batavia Madrigal Singers.
“Saya memandang naskah monolog Inggit ini sangat personal, seperti isi hati yang dituangkan ke dalam buku harian. Jadi komposisi musik saya juga bergerak mengikuti ekspresi personal Inggit dan melalui paduan suara menjadi representasi suara pikiran Inggit. Saya juga berusaha untuk membangkitkan kembali ‘rasa dan getar Inggit’ untuk menyelesaikan komposisi yang sempat tertunda selama dua tahun akibat pandemi,” ujar Dian HP.
Sementara Avip Priatna selaku Konduktor mengungkapkan, “Saya menyambut baik ketika pertama kali Titimangsa mengajak saya untuk terlibat dalam proses penggarapan monolog ini. Dengan harapan, dapat memberikan kekuatan yang lebih, sehingga monolog ini bisa lebih ‘bernyawa’. Dalam proses, saya berdiskusi dengan banyak pihak, tentunya diawali dengan latihan bersama solis yaitu Happy Salma. Kami berusaha bersama-bersama menggali berbagai kemungkinan agar tidak sekadar menyanyikan nada, tetapi lebih menggali kemungkinan-kemungkinan lain dalam berekspresi dengan menjiwai makna kata-kata yang lebih dalam.“
Pementasan ini juga dilengkapi dengan kehadiran para pemeran pendukung yaitu Ati Sriati (Ibu Amsi), Jessica Januar (Ratna Djuami), Desak Putu Pandara Btari Patavika (Kartika), yang tampil mengesankan dengan arahan Iskandar Loedin (Pimpinan Artistik dan Skenografer), dalam balutan busana kreasi Biyan dan Tenun Baron, serta dukungan Hagai Pakan (Penata Busana), Rudy Dodo (Konsultan Desain Interior), Bayu Wardhana (Pelukis), dan Agus Noor (Kurator Pameran Lukisan).
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation menyampaikan, ”Pementasan monolog Happy Salma dalam teater musikal Inggit Garnasih ini dihadirkan untuk melepas kerinduan para penikmat seni yang menantikan untuk menyaksikan pertunjukan secara langsung. Selain itu, pementasan ini juga menghadirkan rasa dan energi baru dengan berkolaborasi bersama musik orkestra dari Jakarta Concert Orchestra juga para penyanyi dan paduan suara dari Batavia Madrigal Singers. Pementasan ini menjadi jawaban untuk keinginan para pekerja seni yang sudah lama ingin menyalurkan ide dan ekspresi kecintaan mereka di atas panggung yang vakum sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.”
Tiket pertunjukan untuk dua hari pun terjual habis, meski kuota penonton masih 75% dari total kapasitas gedung. Hal ini memberikan kegairahan untuk teater yang selama dua tahun ini banyak diadaptasi ke dalam bentuk rekaman dan gratis. Pertunjukan ini diharapkan mampu memberi sumbangsih terhadap pertumbuhan ekosistem teater Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.
Marsha Timothy, ko-produser pertunjukan mengungkapkan, “Monolog Inggit persembahan Titimangsa adalah pentas yang harus disaksikan oleh banyak orang, tidak hanya karena jalan ceritanya, tapi juga karena pementasan kali ini hadir dalam bentuk teater musikal, terlebih naskahnya digarap oleh seorang perempuan. Ini akan menjadi sebuah suguhan yang menarik dan bagaimana pentas ini menemukan jodohnya untuk hadir saat ini adalah proses yang sangat saya syukuri. Saya belajar banyak dari proses ini semua.”
Teks Setia Bekti | Foto Dok. Bakti Budaya Djarum Foundation