Jakarta, Kirani – Setelah hadir selama 30 bulan penuh aksi nyata di tengah masyarakat, proyek Social Cohesion Strengthening Project (SSCP) yang didukung oleh Uni Eropa dan dijalankan oleh ChildFund International di Indonesia resmi ditutup.
Aksi yang digelar di dua wilayah, Bandar Lampung dan Lampung Selatan, program ini ditutup yang menandai berakhirnya sebuah inisiatif kolaboratif yang berhasil menjangkau lebih dari 3.870 individu secara langsung dan berdampak kepada sekitar 350.000 orang melalui berbagai program lintas sektor. Proyek ini hadir untuk memperkuat kohesi sosial di tengah masyarakat melalui pendekatan berbasis budaya, pendidikan perdamaian, dan partisipasi aktif anak muda.
Selama 30 bulan pelaksanaannya (2023–2025), proyek yang didanai oleh Uni Eropa ini berhasil menjangkau lebih dari 3870 individu dan 23 organisasi pemuda dan jejaring, yang terlibat secara langsung dan berpartisipasi dalam SSCP yang berdampak kepada kurang lebih 350.000 individu.
Implementasi SSCP berjalan melalui konsorsium nasional dan lokal yang dipimpin oleh ChildFund International di Indonesia, di mana Yayasan Pembinaan Sosial Katholik menjadi mitra implementasi di Lampung. Di Lampung, nilai lokal seperti Piil Pesenggiri dijadikan fondasi dalam membangun dialog lintas generasi dan mencegah konflik sosial.

“Kami senang menyaksikan kaum muda bergerak menjadi pelopor perdamaian di tengah kondisi sosial dan tantangannya. SSCP menunjukkan bahwa kita memberi ruang dan kepercayaan kepada pemuda, mereka bisa menciptakan perubahan nyata.,” ungkap Stephane Mechati, Minister Counsellor, Deputy Head of Mission European Union Delegation to Indonesia.
Program ini diharapkan memberikan pengaruh yang cukup luas, tidak hanya di Lampung Selatan, dan menjadi model kolaborasi lintas aktor. Di Lampung Selatan, SSCP berhasil memperluas penerapan Modul Pendidikan Perdamaian dari 10 sekolah menjadi 166 sekolah dengan dukungan dan rekomendasi Dinas Pendidikan.
Antusiasme terhadap modul ini juga terlihat dari empat institusi pemerintah daerah lainnya yang telah menyatakan minat untuk mereplikasinya, menegaskan potensi modul ini untuk diperluas dan diimplementasikan secara lebih luas. Proyek ini juga membantu mengembangkan SOP dan rancangan Peraturan Gubernur guna memperkuat implementasi kebijakan pencegahan konflik.
“Program ini menitikberatkan kepada tiga hal, yaitu pendidikan perdamaian, penguatan narasi budaya oleh pemuda, serta dialog komunitas lintas generasi guna mendorong kesatuan sosial yang berkelanjutan,” ujar Husnul Maad, Country Director ChildFund International di Indonesia dalam sambutannya.
Kegiatan komunitas sukses menyatukan berbagai pemangku kepentingan utama. Program pelatihan menjangkau 402 peserta, meningkatkan kapasitas pemuda, guru, dan pemerintah dalam resolusi konflik berbasis budaya. Sebanyak 440 pemimpin adat dan agama berkontribusi dalam strategi integrasi budaya, sementara 259 pejabat pemerintah terlibat dalam diskusi pencegahan kekerasan.
Enam CSO pemuda mengadaptasi pendekatan resolusi konflik tradisional dengan inklusivitas serta peran aktif perempuan dan pemuda dalam pembangunan desa. Meski SSCP telah berakhir, pembangunan perdamaian akan terus berlangsung. Kolaborasi antar pemuda, CSO, pemerintah, lembaga adat dan masyarakat yang telah mendapat peningkatan kapasitas dan pemahaman menjadi fondasi keberlangsungan program.
“Kami akan terus bergerak. Beberapa inisiatif yang lahir dari SSCP akan terus berlanjut melalui dukungan komunitas dan kemitraan lokal. SSCP telah memberi panduan praktik baik dan rekomendasi kebijakan yang telah diserahkan kepada pemangku kebijakan di Provinsi Lampung,” ujar ungkap RD. Agustinus Sunarto Yoga Pamungkas, pimpinan Yayasan Pembinaan Sosial Katolik, mitra implementasi di Lampung.
Teks : Galuh | Foto : Istimewa

