Tahan Diri, Sebaiknya Tidak Nyinyir dan Julid di Media Sosial!

Jakarta, Kirani – Vina sempat berulang kali menghubungi telepon seluler Yarti, sahabat baiknya sejak SMP. Namun Yarti tidak bisa dihubungi dan tak ada respon. Vina yang berprofesi sebagai Manajer Keuangan di sebuah bank di Jakarta nyaris putus asa. Pasalnya, dia dengan segala cara menghubungi Yarti demi mengklarifikasi sehubungan dengan status media sosialnya yang jelas sangat menyinggung kehidupan pernikahan Vina.

 

“Aku bersahabat dengan Yarti sejak tahun 1984 saat sama-sama di SMP. Aku kecewa dengan Yarti yang menulis status soal kabar perceraian aku dari sisi dia, enggak konfirmasi dulu ke aku. Main seenaknya nyinyir dan julid di status medsosnya seperti menghakimi dan menguliti aku. Padahal kalau dia sahabat, bisa ngomong baik-baik ke aku. Bukan justru nyinyir, julid dan menyebarkan kejelekan begini,” kata Vina panjang lebar tak kuasa menahan emosi kesal dan kecewa dengan sikap sahabatnya sejak remaja.

 

Lain lagi dengan Pita yang merasa kecewa lantaran punya hutang di mana-mana dan sempat ngobrol soal ini ke teman arisannya, Santi. Yang ada gara-gara Santi mengunggah status tentang berhutang, justru buntutnya Pita jadi bahan rumpian panjang. Aibnya soal berhutang hingga ke mana-mana.

 

Ternyata sumber gunjingan dan rumpian yang melebar itu bermula dari status medsos Santi yang nyinyir menuliskan soal ini. “Kalau Santi benar sahabatku, enggak perlu nyiyirlah hingga berakibat fatal begini,” kata Pita bernada sedih.

 

Kehadiran media sosial tidak bisa dipungkiri punya sisi baik dan buruk. Kasus yang dialami Vina dan Pita adalah sebagian contoh dari banyaknya realita atau kenyataan yang terjadi dalam kehidupan ini. Beberapa psikolog mencermati fenomena ini terjadi di era yang serba digital dan selalu melihat ada hubungan sebab akibat.

 

Irianti Adiputra, psikolog dari Klinik Pelangi di kawasan Jakarta Timur mengatakan kalau prilaku nyinyir dan julid seperti fenomena di atas, terutama dalam hal ini untuk mengulik atau mengupas habis status yang diunggah di media sosial terkait dengan dirinya sendiri, bahkan permasalahan orang lain memang marak terjadi.

 

Menurut psikolog yang biasa disapa Irin, semakin hari pengguna media sosial makin banyak dan tersebar dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua.

 

“Banyak manfaat media sosial, selain silaturahmi, mempertemukan sahabat lama, banyak bertemu sahabat atau orang baru, hingga saling berbagi atau bertukar informasi yang bermanfaat. Akan tetapi terkadang juga menjadi bibit permusuhan karena saling unggah status atau berkomentar nyinyir bahkan julid satu sama lain di media sosial,” kata Irin panjang lebar.

 

Irin melihat banyak juga yang memperlakukan media sosial sebagai ajang saling nyinyir, sindir menyindir melalui mention satu sama lain. “Medsos kini seperti dewa atau Tuhan. Sering ada yang unggah status galau, marah, yang be happen dalam dirinya. Banyak juga yang mention seolah persoalan sendiri, enggak tahunya persoalan orang lain atau sahabatnya sendiri,” kata Irin.

 

Psikolog alumni Universitas Indonesia ini mengamati dalam ranah medsos begini sering juga menjadi ajang permusuhan satu sama lain. Karena saling berbalas status, tanpa sadar seperti menabuh genderang perang dengan saling sindir dan nyinyir status dirinya dan orang lain.

 

Beragam sosial media mempengaruhi kehidupan banyak orang

 

“Yang membalas juga kadang jadi pribadi yang julid, seenaknya saja ngumbar segala hal tentang persoalan si sahabatnya seperti kalau ngomong atau bicara langsung blak-blakan enggak memakai rem atau control diri,” ujar Irin panjang lebar.

 

Tanpa disadari karena seseorang itu keasyikan dengan euforia medsos, dan era digital yang serba cepat dan langsung ter-update begitu cepat, kata Irin tanpa disadari mereka telah membuka atau membongkar aib sendiri.

 

Menurut Irin, ada benarnya, dengan menulis status bisa menjadi terapi diri pada seseorang yang punya masalah. Tetapi tidak disadari efeknya bukan menemukan jalan keluar justru menimbulkan masalah baru.

 

“Apalagi bila akhirnya banyak pendapat atau komentar dari para Netizen atau Warga Net yang bukan sebagai solusi tetapi justru menyulut api masalah jadi bertambah besar,” kata dia.

 

Berdasarkan penelitian dari Australian Communications and Media Authority (AMCA) pada tahun 2008 menjelaskan banyaknya anak muda yang menghabiskan waktunya untuk menggunakan internet khususnya media sosial di dalam rumah dan di luar rumah.

 

Penelitian ini juga menerangkan untuk memelototi media sosial dengan internet melalui komputer, netbook, laptop dan gadget seperti telepon seluler di jalan dan berbagai kesempatan.

 

Selanjutnya dalam penelitian ini pun mengulas biasanya tak hanya membuka medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya, tetapi ada juga yang membuka blog, chatting, bermain game, membuka video You Tube hingga aplikasi e-commerce.

 

Disebutkan pada penelitian ini tentang dampak positif dan negatif dari pengguna media sosial yaitu ada yang menjadikan kemajuan teknologi atau era digital ini sebagai pilihan yang bermanfaat dan memberi dampak positif, namun ada juga yang kebabalasan membahayakan diri sendiri dan lingkungan sekitar bahkan berujung ke ranah hukum.

 

Para ahli di dunia sepakat bahwa unggahan di media sosial tentang keberhasilan seseorang yang telah berhasil, sukses mencapai sesuatu tentu saja dapat memicu perasaan iri hati, cemburu bahkan bisa menguras kesedihan dalam diri seseorang.

 

Tidak bisa dipungkiri, tentu saja hal ini atau unggahan di medsos tampak seperti sebuah kompetisi atau berlomba-lomba memamerkan kesuksesan dan keberhasilan. Di sisi lain juga sebagai sebuah eksistensi dan menuai respon atau komentar dari para Netizen atau Warga Net. Adapun soal komentarnya beragam mulai dari yang positif sampai negatif dengan indikasi nyinyir bahkan pernyataan julid.

 

Dari pernyataan nyinyir dan julid tanpa disadari akan berbuntut panjang, akhirnya terjadi saling serang dalam unggahan komentar dan status, yang pada akhirnya situasi ini mengganggu teman-teman di media sosial.

 

Memang ada benarnya juga pepatah dan saran bijak bahwa diam.adalah emas. Dan tidak ada salahnya untuk bersikap netral dengan cara diam tidak terpancing dalam porak poranda atau hingar bingar di medsos sehingga menyelamatkan diri sendiri, sekitar dan dunia.

 

Perlu diingat tujuan media sosial membangun kedekatan dan sisi positif bukan mencari musuh, menghancurkan pertemanan atau ikatan silaturahmi yang sudah terjalin, apalagi bila harus menuju perang.

 

Nah, sekali lagi yang perlu diingat, sebaiknya kita harus bersikap bijak dalam menggunakan media sosial. Sebab terkadang bukannya tampak atau terlihat berani dengan bersikap nyinyir dan julid di media sosial, yang ada justru menampakkan atau membuka lebar aib pribadi dan orang lain. Tentu saja hal ini merugikan diri sendiri dan banyak pihak.

 

Teks: Hadriani. P  | Foto : Dok. Istimewa