Jakarta, Kirani – Seniman besar, Bagong Kussudiardja memang telah meninggalkan kita. Namun namanya telah melekat bukan hanya di kalangan seniman, akan tetapi juga di kalangan masyarakat biasa yang mencintai seni. Semangatnya untuk berkreasi, membawa nilai-nilai budaya negeri ini ke kancah internasional telah tertanam dan mendorong para seniman muda untuk melanjutkan apa yang telah dirintisnya melalui Padepokan Seni Bagong Kussudiardja.
Meneruskan cita-cita Bagong, kali ini, bekerjasama dengan Galeri Indonesia Kaya, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) mempersembahkan sajian seni dari para peserta program residensi Seniman Pascaterampil (SPt) berjudul “Hajat Dalam Selimut”. Digelar pada 7 Desember 2019 di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, pementasan ini merupakan bentuk kreasi dari para seniman muda Indonesia dengan menggali pengetahuan yang mereka miliki mengenai persoalan yang sering terjadi di lingkungan sekitar.
“41 tahun lalu, maestro seni Bagong Kussudiardja menggagas PSBK sebagai ruang belajar kesenian non formal berwujud padepokan seni. Bagong mendorong cantrik-mentrik (siswa) dalam mengolah rasa agar mampu mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Dorongan semangat itu telah menembus batas negeri, jaringan cantrik-mentrik PSBK tak hanya tersebar di penjuru nusantara, namun juga Asia. Hari ini, PSBK meneruskan Cantrik-Mentrik ala Bagong dengan mewadahi 10 peserta residensi Seniman Pascaterampil (SPt) PSBK Angkatan 2019. Mereka hadir di Galeri Indonesia Kaya melalui karya musik teatrikal Hajat Dalam Selimut,” papar Jeannie Park, Direktur Eksekutif Yayasan Bagong Kussudiardja.
Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, program residensi SPt memberi kesempatan bagi seniman muda Indonesia dari berbagai disiplin seni untuk menguji ketahanan dan kreativitas diri melalui eksperimentasi dan kolaborasi multidisiplin seni, artistik dan manajemen. Selama 38 minggu, sejak Februari hingga Desember 2019, di kompleks art center PSBK, Yogyakarta, PSBK mendampingi para seniman melalui fasilitasi proses penciptaan, pelatihan dan lokakarya untuk memperkuat profesionalitas dan kepribadiannya agar mampu menciptakan dialog atas gagasannya kepada masyarakat dan lingkungannya.
“Program Seniman Pascaterampil merupakan sebuah program yang sangat bermanfaat bagi seniman-seniman muda yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Program yang diselenggarakan sejak tahun 2014 ini, telah merangkul dan menjadi ruang bagi banyak seniman muda untuk mengembangkan diri, pengetahuan, kualitas, dan juga keterampilan dalam menciptakan sebuah karya. Semoga, para seniman program Seniman Pascaterampil bisa terus mengasah kemampuannya sehingga karya-karya yang mereka ciptakan dapat menginspirasi generasi muda untuk mengembangkan kreativitas dan mencipta karya,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Dalam pementasan kali ini, peserta program residensi SPt ditantang untuk bersama-sama mengartikulasikan dinamika kehidupan bermasyarakat dalam ruang privat dan ruang publik. Pada kedua ruang tersebut sering kali terjadi negoisasi dan kelonggaran sistem sehingga menghasilkan toleransi, penyalahgunaan wewenang, konflik kepentingan dan perlawanan. Para seniman merespon dinamika kaburnya ruang privat dan ruang publik dengan mendedah ‘tindakan atau perilaku yang seharusnya’ dalam pemaknaan atas kebebasan, batasan-batasan, aturan-aturan, atau kepentingan-kepentingan. ‘Hajat Dalam Selimut’ diartikan sebagai upaya individu untuk mempublikan segala yang privat melalui sebuah pertunjukan yang mengeksplor bebunyian, baik dari tubuh, teks, ataupun bebunyian konvensional yang lahir dari instrumen musik.
Sepuluh seniman yang berhasil lolos seleksi program SPt 2019 dan berkolaborasi dalam pementasan kali ini diantaranya Asmiati Sihite (Seni Rupa) dari Surabaya, Azwar Ahmad (Media Rekam) dari Karawang, Briyan Farid Abdillah Arif (Seni Rupa) dari Kudus, Candrani Yulis Rohmatulloh (Seni Rupa) dari Pasuruan, Chrisna Banyu (Seni Rupa) dari Grobogan, Kurniaji Satoto (Seni Teater) dari Kendal, Miftahuddin Palannari (Seni Teater) dari Makassar, Muhrizul Gholy (Seni Teater) dari Gresik, Riyanti Wisnu (Seni Teater) dari Bandung, Theodora Melsasail (Seni Tari) dari Ambon.
“Kemajuan teknologi dan akses atas informasi yang luas memperkaya kemampuan teknis seniman. Namun, dibutuhkan keahlian non teknis seperti kepekaan, kedisiplinan, etika, dan keterbukaan dalam kolaborasi kerja kesenian. Pementasan ini menjadi kilasan potret generasi seniman Indonesia masa depan yang menekankan keterbukaan dalam kerjasama multidisiplin seni melalui ciri dan cara kuratorial PSBK. Melalui program Seniman Pascaterampil, kami menguji seniman untuk keluar dari zona nyamannya. Kami sangat mengapresiasi Bakti Budaya Djarum Foundation yang konsisten mendukung program ini dan mengawal keberlanjutan pengembangan infrastruktur seni budaya di Indonesia,” tambah Jeannie Park.
Teks : Tya Foto: Dok. Galeri Indonesia Kaya