Jakarta, Kirani – Mengawali tahun 2020 dengan banjir. Ini yang dialami oleh beberapa warga di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Setidaknya dua hari banjir melanda pemukiman warga. Saat air mulai surut, bukan berarti masalah selesai begitu saja. Ada masalah baru yang perlu mendapatkan perhatian, salah satunya adalah masalah kesehatan, terutama kesehatan anak.
Seperti dilansir oleh United States Environmental Protection Agency, anak-anak cenderung lebih rentan terhadap berbagai bahan kimia dan organisme saat banjir. Karena sistem saraf, respons kekebalan tubuh, pencernaan dan sistem imunnya masih berkembang dan lebih mudah rusak dibandingkan orang dewasa. Dengan perilakunya seperti merangkak atau memasukkan benda ke mulut, meningkatkan resiko anak untuk terpapar bahan kimia dan organisme lain dari lingkungan.
Beberapa kondisi berikut rentan dialami anak paska banjir :
1. Infeksi jamur
Pada rumah yang dilanda banjir, meski air telah surut namun uap air masih tetap berada di dinding, furnitur kayu, kain, karpet, juga barang-barang rumah tangga lain. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan jamur di dalam rumah. Paparan jamur dapat menyebabkan reaksi seperti demam, hidung tersumbat, mata merah, berair atau gatal, serta bersin. Keringkan area dan barang yang rusak karena air dalam waktu 24-48 jam untuk mencegah pertumbuhan jamur. Bangunan atau barang basah selama lebih dari 48 jam umumnya akan berisi pertumbuhan jamur yang terlihat dan luas.
Beberapa anak lebih rentan terkena jamur daripada yang lain, terutama mereka yang alergi, asma, dan memiliki kondisi pernapasan lainnya. Untuk melindungi anak dari paparan jamur, Anda dapat membersihkan permukaan yang keras seperti logam dan plastik, dengan sabun dan air, serta mengeringkannya sampai bersih.
Sementara barang-barang yang terbuat dari bahan yang lebih menyerap air dan mudah rusak karena air banjir, sebaiknya dibuang, seperti kertas, kain, kayu, jok, karpet, bantalan, gorden, pakaian, boneka, dan lainnya. Bahkan, bila dirasa kerusakan yang terjadi akibat banjir cukup berat, ada baiknya rumah tidak ditempati lagi oleh anak-anak.
2. Paparan karbon monoksida
Bagi Anda yang menggunakan generator portable atau genset, tempatkan sejauh mungkin dari bangunan. Jangan meletakkan genset di balkon atau dekat pintu, ventilasi, atau jendela, dan jangan menggunakannya di dekat tempat Anda atau anak-anak Anda tidur.
Saat banjir biasanya PLN mematikan listrik untuk alasan keamanan. Beberapa penghuni lalu menggantikan listrik dengan genset bertenaga bensin atau diesel setelah banjir. Perangkat ini melepaskan karbon monoksida, gas yang tidak berwarna, tidak berbau, namun mematikan.
Pastikan untuk membuka pintu dan jendela, atau menggunakan kipas angin untuk mencegah penumpukan karbon monoksida di rumah atau di area tertutup sebagian seperti garasi. Jika anak-anak Anda atau orang lain dalam keluarga mulai merasa sakit, pusing, lemah, atau mengalami sakit kepala dan sakit dada, segera dapatkan udara segar dan cari perawatan medis.
3. Air yang terkontaminasi
Setiap orang membutuhkan air bersih, namun kebutuhan ini lebih besar lagi pada anak-anak. Untuk memastikan anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui terjaga dari air yang terkontaminasi banjir, dianjurkan bagi mereka untuk mengonsumsi air kemasan. Terlebih jika Anda menggunakan air untuk membuat susu formula bayi atau memasak. Anak Anda mungkin tidak secara langsung menunjukkan gejala atau sakit karena menelan sejumlah kecil air yang terkontaminasi. Tetapi bukan tak mungkin beberapa waktu kemudian ia mengalami gejala yang mirip dengan flu perut, seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare, dan dapat menyebabkan dehidrasi.
Air minum yang terkontaminasi bahan kimia seperti timbal atau bensin mungkin tidak menyebabkan gejala langsung atau menyebabkan anak Anda sakit, tetapi dalam jangka panjang berpotensi membahayakan otak anak Anda yang sedang berkembang atau sistem kekebalan tubuh.
Teks : Setia Bekti Foto :Dok.Istimewa