Jakarta, Kirani – Saat kita mendengarkan sebuah masalah dalam satu forum diskusi, terkadang pikiran kita akan berat menerimanya, karena masalah tersebut terlihat sangat berat. Akan tetapi, saat masalah yang sama diangkat melalui sebuah pertunjukan seni, meski bobotnya tetap, namun kita akan lebih mudah menerimanya.
Oleh karena itulah cukup banyak pertunjukan seni yang digelar untuk mengangkat permasalahan yang cukup berat dan sensitif, agar masyarakat dapat lebih memahami masalah tersebut. Seperti dilakukan kelompok seni asal Solo, Wayang Sampah (Wangsa) melalui pementasan bertajuk Opera-Si Plastik. Dapat disaksikan pada Sabtu (14/11) pukul 15.00 WIB di website www.indonesiakaya.com serta akun YouTube Indonesiakaya, pementasan ini dilatarbelakangi keprihatinan terhadap permasalahan lingkungan dan sosial budaya, yang masih terus menjadi tantangan di Indonesia.
Pementasan ini merupakan bagian dari #PentasDaringRuangKreatif persembahan Galeri Indonesia Kaya bersama Garin Nugroho yang menampilkan 14 kelompok terpilih Program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan 2019. Para kelompok terpilih yang menampilkan karyanya ini telah mengikuti serangkaian kegiatan mulai dari, roadshow Bincang Kreatif Seni Pertunjukan, seleksi Art Project Development Proposal, Pitching Forum, Workshop, hingga Mentoring proses produksi seni pertunjukan bersama para seniman Indonesia, antara lain: Garin Nugroho, Ratna Riantiarno, Eko Supriyanto, Iswadi Pratama, Subarkah Hadisarjana, Hartati, dan Sari Madjid.
Wangsa mengemas pementasan Opera-Si Plastik ini dalam sebuah pertunjukan wayang golek yang terbuat dari botol plastik. Permainan kata Opera-Si Plastik dalam naskah yang ditulis oleh Cahyati Praba Hardini ini dapat diartikan sebagai tindakan membedah dan memperindah sampah plastik menjadi wayang golek dengan berbagai macam karakter manusia. Selain menggunakan bahan daur ulang, wangsa juga menggunakan media visual yang dimainkan dengan Over Head Projector (OHP) sebagai background pendukung cerita. Pementasan dengan arahan mentor Subarkah Hadisarjana ini semakin meriah dengan iringan dari alat-alat musik tradisional seperti gong kondhe, gong geser, saron kaca, gender kaca, bonang botol, bonang tabung, kendhang, siter, rebab serta suling paralon.
“Sejak awal, kami mencoba konsisten dalam kampanye kepedulian terhadap budaya dan lingkungan sebagai upaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mencintai budaya Indonesia serta mengurangi penggunaan sampah. Melalui pementasan Opera-Si Plastik ini, kami harap dapat membawa perubahan pola pikir dan mentalitas masyarakat dalam menyikapi problematika sampah yang merupakan permasalahan serius di Indonesia. Bahwasanya sampah tidak hanya harus dibuang pada tempatnya, tetapi juga harus diolah dengan baik dan benar,” ujar Sunarso selaku pimpinan produksi Wangsa.
Wangsa adalah sebuah komunitas multidisiplin beranggotakan beberapa seniman yang berdomisili di Surakarta-Jawa Tengah, yang menaruh minat pada tema-tema budaya dan lingkungan. Kerja kreatif antar anggotanya menghasilkan sebuah pertunjukan seni musik dan tutur yang diberi nama “Wayang Sampah”. Dengan tagline “Berbudaya Jaga Lingkungan”, Wangsa berupaya mengajak masyarakat untuk lebih mencintai budaya dan peduli terhadap lingkungan dengan semangat 3R – Reduce, Reuse, and Recycle.
Selain itu, penikmat seni juga diajak untuk menyaksikan karya salah satu kelompok seni terpilih asal Yogyakarta yaitu Lugep Dance Company dengan pementasan bertajuk Sigegh. Pertunjukan tari dengan arahan mentor Eko Supriyanto ini dapat disaksikan pada Minggu (15/11) pukul 15.00 di website www.indonesiakaya.com serta akun YouTube Indonesiakaya.
Dengan mengenakan pakaian khas Sumatera Selatan, Lugep Dance Company menampilkan karya tari yang terinspirasi dari sebuah prosesi upacara adat atau gawi yang didalamnya terdapat cangget igol, yaitu sebuah tarian yang ditarikan oleh laki-laki dengan menggunakan siger (mahkota pengantin perempuan Lampung). Hal tersebut menjadikan problematika dan menimbulkan sebuah pertanyaan atas perempuan dalam hal hak yang dimilikinya.
“Saat ini kelompok kami masih fokus terhadap studi tentang penggunaan Siger, mahkota yang biasa digunakan oleh pengantin perempuan. Saya mencoba mengaitkan cangget igol ini dengan bagaimana perbedaan kepemilikan hak atas perempuan dan laki-laki pada zaman dahulu dengan zaman sekarang. Penyampaian pesan dalam karya ini akan menggunakan sudut pandang perempuan sebagai subjek. Apakah hal tersebut menjadi diskriminasi atau justru sebuah bentuk penghormatan terhadap kaum perempuan? Dengan arahan mas Garin Nugroho dan Eko Supriyanto, kami bisa belajar bagaimana cara memproduksi sebuah pertunjukan dengan baik dan mengemasnya secara menarik,” ujar Luthfi Gunthur Eka Putra selaku koreografer pementasan ini.
Lugep Dance Company (LDC) merupakan sebuah ‘ruang/dapur’ untuk kerja artistik pengolahan sebuah karya tari agar dapat disajikan ke panggung Nasional dan Internasional. Lugep Dance Company berdiri pada tahun 2017 dimana akan membentuk Tim untuk mengikuti festival yang ada di Korea Selatan dengan pendiri yaitu Lugep. Lugep Dance Company juga pernah mendapatkan gelar juara 1 Andong International Mask Dance Festival 2017 di Andong Korea Selatan, dipercaya sebagai pengisi di International Seminar Asia Pasific Bond 2018 dan International Conference Of Performing Arts 2018.
Masing-masing kelompok terpilih program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia yang akan menampilkan karyanya pada akhir pekan ini juga akan berbagi pengalaman dari proses produksi, setiap Sabtu & Minggu di IG Live @ruang.seni.pertunjukan pukul 13.00 WIB.
“#PentasDaringRuangKreatif yang menampilkan 14 Kelompok Seni Terpilih dalam program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia ini menghadirkan pementasan para kreator-kreator muda Indonesia dengan karya-karya yang luar biasa yang tidak hanya menghibur, namun juga memberi pengetahuan dan mengajak untuk refleksi, seperti pementasan yang ditampilkan oleh kelompok Wangsa dengan inovasi membuat wayang dengan bahan dasar plastik daur ulang. Begitu juga dengan kelompok Lugep Dance Company yang menampilkan dan mempelajari karya tari yang berasal dari Lampung, meskipun mereka bukan berasal dari sana. Namun, semangat mereka untuk meneliti dan menampilkan budaya Indonesia ini harus kita apresiasi. Semoga pesan-pesan dalam pertunjukan yang ditampilkan para seniman muda ini dapat tersampaikan dengan baik ke hadapan para penikmat seni untuk ikut mencintai serta melestarikan budaya dan juga lingkungan,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya.
Teks Setia Bekti | Foto Galeri Indonesia Kaya