Kepergian Marissa Haque Tinggalkan Duka Cita Mendalam yang Mengguncang Batin Suami dan Buah Hati

Jakarta, Kirani – Menjelang tujuh hari berpulangnya artis senior Marissa Haque, masih meninggalkan duka cita mendalam bagi keluarga tercinta. Ikang Fawzi, sang suami juga dua buah hatinya, Bella Fawzi dan Chiki Fawzi. Hingga hari ini, mereka bertiga masih digayuti perasaan kehilangan mendalam atas wafatnya Istri sekaligus Ibunda tercinta, Marissa Haque yang meninggal dunia pada Rabu dini hari, 2 Oktober 2024.   

Hingga kini, kondisi Ikang belum stabil dan masih terguncang. Bahkan beberapa keluarga, kerabat dan sahabat, meminta supaya setiap malam ada yang bergantian memantau dan memastikan Ikang tidak tidur sendirian.

Kondisi Ikang yang belum stabil sepeninggal istrinya, harus dijaga dan diawasi bergantian oleh anak, keluarga serta kerabat. Ikang juga belum berani tidur sendiri di kamarnya sesudah Marissa Haque meninggal dunia. “Ayah bilang separuh jiwanya hilang. Ayah banyak doa buat ibu, terus habis itu pas malam ayah masih harus ditemani. Kata Om Ferry Salim ‘harus jaga Ayah terus ya, jangan ditinggalkan, bikin shift aja gantian gitu,'” ucap Chiki yang menjalani pesan Ferry, sahabat Ayah dan almarhumah Ibu, sesama artis.

Tidak itu saja, Ikang yang merasa rapuh paska ditinggalkan istri tercinta bahkan mengatakan akan berhenti dan tidak lagi mau lagi bernyanyi atau bermusik. Ya rasa kehilangan orang tercinta seperti Marissa Haque yang berpulang untuk selamanya, memang meluluh lantahkan perasaan dan juga harapan. 

Dalam psikologi seperti dijelaskan K. Shear dan H. Shair, dalam “Attachment, loss, and complicated grief,” Dev.Psychobiol memaparkan bahwa kehilangan orang yang berharga dalam hidup kita adalah sebuah pengalaman unik dan tentu saja membuat kita tertekan dan stres. Kebanyakan orang yang mengalami kehilangan biasanya sangat bersedih selama beberapa minggu hingga waktu-waktu tertentu. Selain merasa sedih, biasanya juga ada kerinduan yang intens, pikiran yang mengganggu, mengalami berbagai emosi disforik seperti gelisah, resah dan kecemasan. Perasaan marah, kesakitan, penolakan untuk menerima situasi yang menyakitkan ini rumit karena bersamaan dengan kerinduan yang intens.

K. Shear dan H. Shair juga menjelaskan lebih lanjut tetang kehilangan orang yang berharga karena kematian biasanya juga disebut dengan kedukaan. Berduka itu adalah respon atau reaksi emosional yang berhubungan dengan kehilangan. Ketika kita mengalami kehilangan, perasaan dan emosi kita mungkin kalut dan sangat sakit sehingga sulit untuk menerima kenyataan bahwa orang tersebut telah tiada.

Namun, sebenarnya kita perlu sadari bahwa kematian adalah bagian dari hidup kita, kematian memberikan makna bahwa kita ada, karena itu mengingatkan kita betapa berharganya hidup yang kita jalani. Kesadaran ini akan sangat menolong kita untuk bisa melewati kesedihan dan kedukaan yang kita alami.

Kemudian, masih menurut K. Shear dan H. Shair dalam “Attachment, loss, and complicated grief,” Dev. Psychobiol juga menjelaskan bahwa perlu juga kita sadari bahwa setiap orang memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi kedukaan, setiap orang juga punya cara dan tips tertentu dalam menyikapi kedukaan dan kesedihan yang kita miliki.

Dan dijelaskan  K. Shear dan H. Shair  juga bahwa kedukaan memiliki beberapa gejala yaitu secara fisik, kognitif, interpersonal, emosional dan juga gaya hdup. Maka, dengan yang dialami Ikang dan juga ke dua buah hatinya, Bella dan Chiki saat ini, memang selaras dengan pemaparan dan uraian Shear dan Shair tersebut.

Meninggalnya Marissa Haque menjadi duka cita mendalam bagi keluarga Ikang Fawzi. Sebagai suami, Ikang menjadi orang pertama yang menemukan Marissa di kamar tidurnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri, meninggal secara mendadak dalam keadaan tidur pada Rabu dini hari, 2 Oktober 2024.

Saat menemukan Marissa dalam keadaan tidak bernyawa, tidak bergerak dan tidak memberi respon, akhirnya oleh Ikang, Bella dan Chiki sempat dibawa ke Rumah Sakit Premiere Bintaro, Tangerang Selatan demi memastikan kondisi dari sosok yang sangat mereka cintai. Dan Tuhan memang sudah berkehendak menjemput Marissa dengan kematian untuk selamanya.

Marissa, Sosok Artis Senior, Politisi dan Tokoh Pendidikan

Sosok Marissa di Tanah Air dikenal sebagai artis, politisi, dan di dunia pendidikan sebagai dosen. Sebagai artis senior, Marissa pernah membintangi beberapa film Kembang Semusim, Tinggal Landas untuk Kekasih, Biarkan Bulan Itu, Yang Tercinta, Matahari-Matahari, Serpihan Mutiara Retak, Pesona Nathalia, Penginapan Bu Broto, Dia Bukan Bayiku, Cinta yang Berlabuh, Sepondok Dua Cinta dan sebagainya.   

Marissa terlahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 15 Oktober 1962. Ia adalah kakak kandung dari Soraya Haque dan Shahnaz Haque yang juga menekuni bidang hiburan. Ayah Marissa bernama H. Allen Haque, adalah keturunan India-Belanda-Perancis. Sementara ibunya, Hj. R.Ay Mieke Soeharijah berasal dari Jawa-Madura.

Marissa menjalani masa kecil dengan berpindah tempat tinggal mengikuti ayahnya yang bekerja di PT Pertamina. Sedari TK dan SD di Palembang, Sumatera Selatan, kemudian pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Tebet Timur Pagi III.

Marissa kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 73, Tebet, Jakarta dan SMA Negeri 8, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Marissa melanjutkan pendidikan dengan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta dan meraih gelar Sarjana Hukum.

Selesai meraih gelar sarjana, Marissa terus menuntut ilmu di berbagai bidang studi magister. Dia meraih gelar Magister Manajemen dari jurusan Human Resource and Organizations (HRO), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan lulus S2 pada bidang bahasa anak tuna rungu di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Selain itu, meski tidak sampai selesai, Marissa juga sempat mencicipi berkuliah di Ohio University, Athens, Amerika Serikat jurusan Film. Di kampus yang sama juga, Marissa tercatat masuk ke jurusan Television dan Space Communications Satellite. Selanjutnya, Marissa melanjutkan pendidikan doktor atau S3 di jurusan Pengelolaan Sumber daya Alam & Lingkungan Hidup (PSL) di kampus Institut Pertanian Bogor.

Untuk karier politiknya, Marissa sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada periode 2004-2009 dari Partai Perjuangan Demokrasi Indonesia, kemudian Marissa berpindah partai ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 2009, sayang namanya tidak terpilih dan melenggang ke DPR. Pada tahun 2014, Marissa nyeberang ke Partai Amanat Nasional (PAN) dan tidak terpilih masuk DPR. Selanjutnya Marissa aktif menekuni dunia pendidikan dan menjadi dosen hingga akhir hayatnya. Selamat jalan Marissa semoga mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan, Amin.

Teks: Hadriani Pudjiarti | Foto: berbagai sumber