Jakarta, Kirani – Perempuan adalah tiang negara. Pernah mendengar istilah tersebut? Yah, artinya bila perempuan lemah maka akan lemah pula negara. Untuk negara yang kuat dan stabil, dibutuhkan perempuan yang kuat, tangguh, mampu menghadapi berbagai tantangan yang seakan tak henti datang, terutama di era global seperti sekarang ini.
Oleh karena itu, akhir-akhir ini cukup banyak digelar acara atau gerakan yang memiliki tujuan memberdayakan perempuan. Agar perempuan Indonesia semakin berdaya dan mampu menjadi tiang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satunya adalah Indonesian Women’s Forum (IWF). Digelar selama dua hari, 21-22 November 2019, di Gandaria City Hall, Gandaria City, Jakarta Selatan, acara ini bertujuan mendorong kemajuan dan kemandirian wanita Indonesia. Terdiri dari berbagai rangkaian acara seperti konferensi, workshop, dan festival produk lokal, acara ini memberikan wadah bagi wanita untuk berekspresi, berjejaring, berkreasi dan berprestasi di bidang yang mereka pilih.
Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation dalam sambutannya pada pembukaan acara ini mengungkapkan bahwa ketika perempuan dilibatkan dalam ekonomi serta mendapat akses pendidikan seperti layaknya laki-laki, maka kesejahteraan akan meningkat. “Perempuan berdaya, masyarakat akan berdaya, negara berdaya, dan dunia akan berdaya,” tegas putri Abdurahman Wahid ini.
Acara ini melibatkan setidaknya 50 pembicara yang merupakan para wanita berprestasi di bidangnya, seperti Niharika Yadav,Direktur Utama AXA Financial Indonesia, Lili Pintauli Siregar, Wakil Ketua KPK terpilih 2019-2023, Felicia Kawilarang Aluwi, VP Marketing Halodoc, Debby Alishinta, Managing Director, Inclusion and Diversity Lead, Accenture in Indonesia.
Sementara itu, di hari keduanya forum ini mengangkat konsep inklusivitas yang semakin menguat di kalangan generasi muda dan milenial. Secara umum inklusi merujuk kepada keadilan dalam mengakses atau memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan bagi setiap warga masyarakat dengan latar belakang berbeda. Inklusivitas mengajarkan sikap positif, empati terhadap orang lain tanpa memandang latar belakang, gender, dan perbedaan lain. Dan hal inilah yang dibahas dalam diskusi bertema ‘Creating Inclusive Generation’ pada hari kedua Indonesian Women’s Forum 2019.
Menghadirkan wanita pembicara dari berbagai industri, salah satunya adalah Elin Waty, Presiden Direktur Sun Life Indonesia. Berhasil menduduki posisi puncak yang selama ini didominasi kaum pria, Elin merupakan sosok tepat dalam penggambaran inklusivitas. Mengawali karir dari tingkat terbawah, Elin membutuhkan waktu 20 tahun untuk sampai di posisinya sekarang. “Di dunia kerja saya menerapkan prinsip diversity. Sun Life tidak mengenal diskriminasi. Semua orang memiliki hak yang sama. Saya ingin menekankan bahwa dengan bekerja keras maka perempuan pun bisa mencapai posisi yang setara, bahkan lebih tinggi dari laki-laki,” jelas Elin.
Pembicara lainnya adalah Dr. Aretha Aprilia, ST,MSc, PhD, ahli teknik lingkungan dan energi. Baginya, keluarga memegang peran penting untuk membentuknya menjadi pribadi yang berpikiran terbuka dan out of the box. “Wanita mempunyai unique selling points yang tidak dimiliki laki-laki. Kita diberi kesempatan melahirkan dan mengasuh anak sekaligus merintis karier. Artinya, semua wanita umumnya bisa multitasking,” papar penulis buku Women at Work ini.
Dan pembicara yang tak kalah penting adalah Esti Amanda Bowo, S.Psi. Praktisi pendidikan inklusif dan pendiri sekolah menengah Garuda Cendekia ini membagikan tips bagaimana mendidik anak yang sadar inklusivitas. “Selama ini sistem pendidikan di Indonesia diukur dari nilai, dan banyak sekali anak yang tidak menyesuaikan. Kebetulan anak saya yang pertama menyandang disabilitas, dan saya sempat merasakan kesulitan mencari sekolah,” ujar Amanda.
Menurut sarjana psikologi ini, semua anak dilahirkan dalam kondisi murni. Bagaimana ia menjadi anak yang eksklusif atau inklusif, sangat tergantung pada pendidikan orang tua dan lingkungannya. “Banyak alat untuk pembelajaran inklusivitas. Nilai-nilai inklusivitas hendaknya ditanamkan sejak kecil. Kita bangsa Indonesia mempunyai instrumen paling awal untuk mengenalkan anak pada inklusivitas, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Orang tua perlu mengajarkan kesetaraan gender, menumbuhkan empati pada teman yang berbeda tingkat ekonomi, tingkat kecerdasan, dan mengenalkan anak dengan berbagai suku, ras, dan agama,” tambahnya.
Teks : Tya Foto : Dok. Indonesia Women’s Forum