Ariel Tatum Sukses Hidupkan Aura Sang Kembang Bale

Bandung, Kirani“Lubang hitam itu bernama kemiskinan. Banyak orang yang berpikir bahwa menjadi seorang kembang bale adalah karena ia orang pilihan, pikiran itu salah besar.  Aku berdiri di sini hari ini, bukan karena aku orang terpilih, melainkan karena aku tidak ingin tersedot ke dalam lubang hitam itu…”

Suara Ariel Tatum terdengar lirih namun menggema di area terbuka NuArt Sculpture Park, menyuarakan isi hati Sang Kembang Bale.

Malam itu, suasana di museum galeri seni itu terasa berbeda. Angin dingin berbaur aroma bunga menghadirkan suasana yang begitu magis. Sepertinya suasana ini sengaja dibangun, untuk membuat para penonton pementasan Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin) persembahan Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation ini, dapat ikut merasakan atmosfer cerita bahkan sebelum pementasan itu sendiri dimulai.

Diiringi oleh 3 orang pemusik dan 4 penari, Ariel Tatum yang memerankan Sang Kembang Bale tampil begitu mempesona. Penghayatan yang begitu dalam, membuat aktris cantik kelahiran Jakarta ini, sukses menyihir penonton selama satu setengah jam dengan bermonolog, menari, serta mengumandangkan tembang dengan pakem dan cengkok Sunda yang begitu mumpuni.

Pementasan ini terinspirasi dari kesenian Ronggeng Gunung, kesenian tradisi khas daerah Ciamis dan Pangandaran yang kini sudah masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Pradetya Novitri, selaku produser berharap, dengan pementasan ini nyanyian, musik dan tarian yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, bisa lebih panjang lagi nafasnya.

Sang Kembang Bale berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng (Kembang Bale) di Panyutran, sebuah kampung di Padaherang.  Selama pertunjukan, Sang Kembang Bale yang bernama Pijar ini menceritakan tentang betapa perih kehidupan masa kecilnya yang terlahir di tengah kemiskinan.

Memasuki masa remaja ia terpilih untuk menjadi penerus ronggeng sejati. Kemiskinan mendorongnya memasuki dunia ronggeng dengan Indung Asih yang melatih dan menempanya untuk menjadi Sang Kembang Bale.

Dalam monolog ini segala kegelisahan, konflik batin, ketakutan, keinginan, dan harapan sang Kembang Bale ditampilkan bersama dengan tembang-tembang ronggeng gunung. Sebagai ronggeng, ia terkadang lelah dan ingin menjadi perempuan biasa yang menikah dan memiliki keluarga. Namun, ia berusaha untuk tetap lurus dalam pilihannya menjadi perempuan terpilih yang dicintai sekaligus disegani di masyarakatnya.

Baca juga : Titimangsa ajak Ariel Tatum pentaskan Sang Kembang Bale, Kesenian Klasik Jawa Barat

Mengikuti tepukan kendang, gong, dan kenong, Ariel yang malam itu berbalut sinjang, pakaian khas Sunda dan selendang merah, begitu gemulai menggerakkan tubuhnya, menari dan memainkan intonasi suara yang terkadang sedih, berganti bahagia, dan tak jarang terkesan genit, semua menyatu dengan begitu apik dalam satu kesatuan sang kembang bale. Membuat tak satu pun penonton yang hadir, beranjak dari tempat duduknya masing-masing.

Usai pertunjukan, Heliana Sinaga selaku sutradara mengungkapkan kekagumannya pada penampilan Ariel. ”Monolog adalah uji coba bagaimana kita mengetahui keaktoran dari seseorang. Malam ini saya sebagai sutradara terharu melihat aktor di atas panggung. Ariel memiliki kecerdasan tubuh, kecerdasan emosional, bagaimana dia me-manage dirinya, perpindahan karakter dari menari ke bernyanyi, lalu akting, dia split semuanya itu dengan begitu baik. Jadi malam ini Ariel sudah mempersembahkan yang terbaik,” ujarnya.

Sementara Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengungkapkan, “Kami percaya bahwa produksi Sang Kembang Bale ini tidak hanya akan menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, tetapi juga akan memberikan pengalaman budaya yang mendalam dan inspiratif bagi semua penikmat seni. Semoga pertunjukan ini dapat menghidupkan kembali kekayaan budaya Indonesia agar terus dikenal dan dicintai oleh generasi mendatang.”

Teks: Setia Bekti | Foto: dok. Bakti Budaya Djarum Foundation