Akhir Kisah Cinta Si Doel, Sebuah Pilihan dan Hati Yang Tersakiti

Jakarta, Kirani – “Aku menjalani ini semua dengan ikhlas. Kalau kamu mau kembali ke Bang Doel, aku juga ikhlas, Sarah,” demikian perkataan Zaenab kepada Sarah di sebuah taman sebelum Sarah kembali ke Belanda. Itu adalah cuplikan dialog film Akhir Kisah Cinta Si Doel yang mulai  tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 23 Januari lalu.

 

Ya Rano Karno, sang Empu yang multitasking dengan ide, skenario, sutradara, produser bahkan memerankan tokoh sentral Si Doel, dalam ruwetnya kisah perjalanan cinta segitiga yang menggelinding selama 27 tahun.

 

Di film ini, Rano Karno memenuhi janjinya untuk menuntaskan kisah Si Doel termasuk cinta segitiganya yang ruwet dengan Sarah dan Zaenab. Rano sebagai inisiator Si Doel Anak Betawi yang mulai dibuat sinetron pada  tahun 1993, melalui film Akhir Kisah Cinta Si Doel ini, si tukang insinyur menutup kisahnya dengan emosional.

 

Film yang menjadi saga ketiga Si Doel The Movie ini mengisahkan pilihan yang diambil si anak betawi dalam menentukan pasangan atau cinta sejati. Sebuah akhir dari versi sinetron yang telah tayang sepanjang  lebih dari dua dekade, yang akhirnya bermuara kepada sebuah keputusan final.

 

Ya, film ini menjadi jilid pamungkas secara nyata dan memang haruslah melegakan. Meski terkadang kita sebagai penonton, berharap lebih pada ending atau akhir dari sebuah film yang memuat Kisah Cinta Segitiga antara Doel, Sarah dan Zaenab.

 

Seperempat abad lebih bukanlah waktu yang singkat dalam menunggu akhir dari sebuah cerita.Tentulah emosi kita sebagai penonton akan bermain, menyaksikan film yang bermula dari sinetron Si Doel Anak Betawi. Bahkan ide awal pembuatan film ini ternyata sudah ada sejak zaman almarhum Benyamin, Tutie Kirana dan Rano Karno kecil. Filmnya Si Doel Anak Betawi besutan sutradara almarhum Syuman Djaya dibuat pada tahun 1972.

 

Dua puluh satu tahun kemudian yaitu tahun 1993, Rano meneruskan semangat Si Doel dan hadir dalam bentuk sinetron yang disukai seluruh masyarakat Indonesia. Ceritanya yang sederhana dan  tidak mengada-ada,  sangat mengena dalam kehidupan di sekitar kita. Hingga akhirnya, Akhir Kisah Cinta Si Doel dalam sebuah film pun tak melulu berakhir indah. Karena seperti diketahui keindahan itu sendiri adalah nisbi yang menjadi sangat relatif.

 

Sarah dan Zaenab, dua perempuan yang mengisi hati Doel

 

Mengaduk Emosi dengan Dua Kubu

 

Film ini berhasil mengaduk emosi penontonya dan bertaruh siapa yang akan memenangkan cinta Si Doel. Rano Karno begitu pandai memainkan emosi penonton yang terbagi dalam dua kubu, yakni kubu Sarah dan kubu Zaenab. Kontroversi yang terbentuk dalam benak penonton yang sudah hapal dengan ruwetnya kisah cinta Doel, Sarah dan Zaenab.

 

Sebuah pilihan yang sulit sebab Bang Rano eh Bang Doel masih terlihat plin plan. Enggan menceraikan Sarah, terlebih dengan hadirnya si Dul, buah hati mereka, dan betapa Doel menikmati peran sebagai ayah atau papa dari si Dul. Di sisi lain, ada kenyataan yang membahagiakan saat akhirnya Zaenab mengandung benih cintanya. Polemik lain semakin memperlihatkan Si Doel yang kesulitan untuk menentukan pilihan, terlebih Mak Nyak sejak awal melarang anaknya berpoligami.

 

Tetapi sebuah keputusan memang harus diambil, meski jujur harus ada hati yang tersakiti. Akhirnya si Doel memilih Zaenab mungkin dengan satu pertimbangan penuh, Zaenab sedang hamil. Dan Mak Nyak tampaknya berpesan wanti-wanti, bahwa perempuan yang sedang hamil tidak boleh dicerai, di dalam agama Islam dosa hukumnya.

 

Entah apakah referensi atau nasehat Mak Nyak menjadi pertimbangan bulat yang membuat si Doel memilih Zaenab. Atau si Doel tak berani mengambi lisiko kalau dia tidak memilih Zaenab, karena bukan tidak mungkin akan ada protes dari Ormas Islam tentang sikap si Doel. Ya, di Indonesia isu seperti ini kerap dikaitkan dengan agama, hingga kemudian menyukut massa untuk demo turun ke jalan.

 

Sosok si Doel yang matang tampaknya sudah mempertimbangkan dengan baik saat memilih Zaenab. Apalagi ketika ia mengantar Zaenab ke dokter, dan  dokter mewanti-wanti bahwa istrinya yang sedang hamil muda tidak boleh stres.

 

Faktor lain penguat keputusan Doel adalah ketika dilema menghadapi Zaenab yang pulang ke rumah orang tuanya. Zaenab beralasan ingin kontemplasi atau menenangkan diri untuk sementara, karena merasa bersalah tak berkesudahan.

 

Di sisi lain, hadirnya Dul, benih cinta Doel dan Sarah yang tinggal di rumahnya semakin mendekatkan hubungan ayah dan anak. Bahkan dalam sebuah dialog di suatu malam saat ingin shalat berjamaah ke masjid, si Doel dibuat terdesak mendengar penuturan Dul junior. Kepada papanya, Dul curhat dan mengaku tidak ingin melihat orang tuanya berpisah. Dan Dul junior berharap apapun yang terjadi ingin menjadi anaknya si Doel untuk selamanya. Sungguh dilema perang batin seorang ayah yang mesti dihadapi si Doel.

 

Zaenab Dihinggapi Perasaan Bersalah

 

Memang di film ini juga diceritakan bagaimana Zaenab feeling guilty alias merasa bersalah dengan Sarah. Dan berbekal nomor telepon dari Dul, akhirnya Zaenab menelepon Sarah mengajak bertemu. Dalam perjumpaan mereka, dua wanita yang mencintai si Doel, Zaenab mengabari Sarah bahwa ia tengah berbadan dua. Sarah syok. Zaenab menemui Sarah dan memintanya membatalkan niat menggugat cerai Doel. Biar dia saja yang mengalah, faktanya  Sarah hanya diam.

 

Yang menarik sosok Mandra yang menjadi pemantik tawa dan komedi segar juga beragumen supaya si Doel memilih yang “enoh” biar hidupnya lebih baik dan yang utama Mandra bersama Atun bisa numpang hidup. Dibalik sosok komedi dan sederhananya, Mandra sebenarnya berpikir realistis bahwa hidup bahagia selalu parameternya materi, benarkah demikian?

 

Hmm … belum lagi Mandra juga merengek meminta si Doel melamarkan Munaroh yang sudah jadi janda, dan memberi kode atau harapan kalau ia masih berkenan menerima cinta lama Mandra. Pertemuan dengan Munaroh bermula ketika Mandra mengantarkan Gadis, remaja belia yang ternyata adalah putri Munaroh. Melihat sikap Mandra, ada harapan kalau si Doel dilanjutkan kembali entah sebagai film atau sinetron akan ada peluang bagian kelanjutan kisah cinta Mandra. Eng…ing…eng…

 

Maudy Koesnaedi yang berperan sebagai Zaenab tak lagi terjebak dalam peran yang datar, manis dan mendayu-dayu. Di film ini, perannya lebih bergigi dan punya sikap enggak lagi sebagai None Betawi yang pasrahan. Bahkan ketegasan sikap Zaenab di film ini, menunjukan kalau dia memang layak dipilih atau menjadi keputusan final cintanya si Doel.

 

Sementara Sarah yang diperankan oleh Cornelia Agatha, sebagai wanita modern yang punya sikap, tegas dan mandiri namun sedikit galau saat menghadapi kenyataan. Sarah yang awalnya mengusulkan supaya Doel menggugat cerai. Akting mimik dan bahasa tubuh yang diperankan Sarah sangat mengena. Terlebih akting sebagai “single mom” yang begitu tulus mencintai putranya, Dul. Menyaksikan Sarah yang kini semakin subur bobotnya, tidak mengurangi keprimaan akting Cornelia, patut diberi acungan jempol.

 

Dan satu keputusan si Doel tidak memilih Sarah, bisa jadi karena Doel sangat yakin Sarah akan kuat dan mampu melanjutkan hidup tanpa Doel, seperti halnya ketika Sarah memutuskan meninggalkan Doel saat sedang hamil. Sarah berani menghadapi kehidupan selama hampir 14 tahun sendirian di Belanda dan membesarkan putranya, si Dul. Sarah adalah sosok wanita modern, mandiri, tegas dan punya sikap. Jadi Doel bisa tenang kendati tidak memilih Sarah. Bagi para fans kubu Sarah, cinta Sarah kepada Doel tak bersyarat, cinta seorang perempuan dewasa. Oh so sweet!

 

Mandra dan Atun, dua tokoh yang selalu membuat cerita Si Doel seru dan menggemaskan

 

Sosok Pemeran Atun, Mak Nyak, Dul, Abi dan Oplet

 

Sosok Atun yang diperankan Suti Karno, di film ini menjadi mitra dan penyemangat Zaenab. Atun yang juga berperan sebagai orang tua tunggal dan memiliki putra bernama Abi alias Kurtubi, tampil dengan akting perempuan dewasa. Berbeda banget dengan Atun yang dulu kita kenal, sebagai bagian segar dan komedi di sinetron si Doel. Masih ingat bagaimana Atun sering dicariin kutu oleh Mak Nyak, Atun yang suka makan, bermain layangan hingga masuk dan kejepit Tanjidor, alat musik tradisional Betawi.

 

Pujian juga buat Aminah Cendrakasih yang berperan sebagai Mak Nyak. Meski lumpuh dan buta, hanya bisa berakting dengan terbaring di tempat tidur saja, tetapi sungguh keren. Emosinya dapat bukan sebatas berdialog yang dihapal semata. Kepiawaian sebagai aktris senior memang tidak diragukan, yang membuat Mak Nya menjadi bagian penting soul alias “ruh” yang menghidupkan film ini.

 

Apresiasi juga diberikan kepada sosok si Dul junior yang diperankan oleh Rey Lebong atau Muhammad Fahreyza Anugerah. Juga sosok Abi alias Kurtubi, anak  Atun dan Almarhum Basuki, yang diperankan Ahmad Zulhoir Mardiah. Bisa jadi meski kedua tokoh ini hanya sedikit dikupas perannya dalam tiga film si Doel the movie, bukan tidak mungkin akan jadi bahan pertimbangan juga bagaimana kelanjutan si Doel di era kekinian.  Tentunya dengan masalah anak Zaman Now yang mereka hadapi, bukankah ada harapan untuk si Doel Milenials disinetronkan dan di filmkan dengan permasalahan segar ala kehidupan mereka.

 

Rano Karno adalah  sosok yang menghargai sejarah dan ibarat kacang yang tak lupa kulit. Di film ini ada adegan si Doel mengajak Dul ziarah ke makam Babe Sabeni. Tampak jelas ziarah ke makam benar-benar dilakukan ke makam almarhum Benyamin, babenya si Doel.

 

Memang sosok almarhum Babe adalah inspirator dan tokoh penting di si Doel. Idiom ucapannya selalu segar dan hidup, seperti  “tukang insinyur”  “hidung blekok” “muke kampung, rezeki kota” “sekali-kali jadi gubernur” dan sebagainya. Ya, hanya Benyamin sang legend yang mampu melakukan hal seperti ini. Dan Rano tahu betul bagaimana harus menghormati sang legend ini.

 

Yang juga  patut diberikan acungan jempol, di film ini pun masih dipertahankan keberadaan si Oplet. Kehadiran si Oplet juga menjadi ruh penting dalam rangkaian panjang 27 tahun si Doel. Di tengah semakin tertatanya transportasi publik, kehadiran si Oplet tetaplah dipertahankan menjadi bagian ciri khas si Doel.

 

Bahkan adegan ketika si Doel mengajak putranya, si Dul menarik oplet, dan dari bibir remaja ganteng ini ke luar teriakan, “Cinere… Gandul…. Cinere… Gandul….” Sungguh hal itu melemparkan kita terlempar pada wajah  asli yang pernah dimiliki Tanah Betawi ini.

 

Dan akhirnya, lagu Si Doel dengan syair sederhana namun mengena pun berkumandang, mengiringi kisah cinta yang panjang ini:

 

Anak Betawi ketinggalan zaman

katenyee………

Anak Betawi nggak berbudaye

katenyee………

 

Aduh sialan, nih Si Doel anak Betawi asli

Kerjaannye sembahyang mengaji

Tapi jangan bikin die sakit hati

Die beri sekali, orang bisa mati

 

 

Teks : Hadriani P | Foto : Dok. Istimewa