Jakarta, Kirani – Virus Corona kini menjadi isu penting dan menarik perhatian seluruh negara, termasuk Indonesia. Memang, masalah paru-paru atau pneumonia yang sedang outbreak saat ini, yaitu Virus Corona di Wuhan, Tiongkok sejak akhir Desember 2019 jadi perbincangan dan menyedot perhatian.
Hal ini membuat pemerintah Indonesia khususnya kantor Kementerian Kesehatan melakukan perhatian dan berbagai upaya serius. Namun di sisi lain, secara tidak langsung Virus Corona juga berdampak sangat penting. Yakni dilema bagi pariwisata di Indonesia, terutama di Bali atau Pulau Dewata.
Di tengah merebaknya isu mengenai penyebaran virus Corona dari daratan utama Cina, pegiat pariwisata Bali dengan cepat memberi respon yang antisipatif. Selama ini, Cina merupakan negeri penyumbang wisatawan terbesar ke Bali. Setidaknya sejak 3 hingga 4 tahun terakhir. Dengan adanya larangan bepergian dari pemerintah Cina bagi warga negara mereka, tentu akan memberi dampak yang cukup besar bagi dunia pariwisata Bali.
I Ketut Mardjana, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) cabang Bangli, dalam perbincangan dengan media pada Selasa, 28 Januari 2020, di kawasan Senayan mengatakan, “Kami sangat berempati pada tragedi kesehatan yang sedang terjadi di Cina, khususnya di Kota Wuhan yang telah merebak ke sejumlah kota dan negara lain.”
Namun, Ketut juga mengimbau supaya persoalan virus Corona ini tak hanya menjadi perhatian pada satu sektoral saja. Seharusnya berbagai sektoral, termasuk bidang pariwisata yang lebih berdampak ekonomi.
Menurut Ketut, selama ini, sektor pariwisata di Bali meliputi kehidupan masyarakat dari hulu ke hilir. Dan tidak dapat dipungkiri, masyarakat di sana memang sangat bergantung dan hidup dari bidang pariwisata. Pemberdayaan dan perekonomian di Bali sangat tinggi ketergantungannya pada bidang pariwisata. Pria kelahiran 18 Maret 1951 ini menambahkan, meski merasa ikut prihatin atas isu dunia ini, namun sebagai pegiat pariwisata, dia juga mengimbau masyarakat agar tidak over reacted terhadap isu ini.
Angka Wisatawan Cina Turun Drastis
Ketut menceritakan menjelang Tahun Baru Imlek 2020, kedatangan wisatawan Cina ke Bali masih terbilang stabil. Ia pun mengutip data terbaru dari Badan Pusat Statistik, wisatawan Cina yang berkunjung ke Pulau Dewata mencapai 1.363.170 orang sepanjang tahun 2018. Sementara di tahun 2019 jumlahnya mencapai 1.105.038 orang, terhitung sejak Januari hingga November.
Menurut Ketut stabilitas kunjungan tamu terbesar ke Bali ini diperkirakan akan drastis menurun akibat bencana kesehatan yang tak terduga ini. Pria kelahiran Kintamani, Bali, ini mengamati isu virus Corona yang menjadi berita dunia sejak tanggal 20 Januari 2020, diperkirakan akan sangat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan Cina ke Bali.
“Sampai hari ini belum ada rilis angka pastinya, karena berita tentang wabah ini baru menyebar sekitar seminggu yang lalu, sehingga perlu waktu untuk mendapat data akurat penurunan jumlah wisatawan Cina ke Bali,” ujar Ketut.
Pemilik Toya Devasya, sebuah destinasi wisata air panas di tepi Danau Batur, Kintamani ini prihatin dan mengatakan, “Kalau merujuk pada kunjungan wisatawan ke Toya Devasya, memang sudah terlihat penurunannya.”
Ketut menjelaskan, biasanya dalam sehari jumlah kunjungan wisatawan Cina mencapai 500 orang. Sementara data pada hari Selasa, 28 Januari 2020 menunjukkan angka 395 orang, atau mengalami penurunan sekitar 20 persen. Ketut khawatir bila kondisi ini berlanjut terus maka akan berdampak memperkecil jumlah wisatawan.
Namun demikian, mewakili industri pariwisata Bangli, mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia ini mengatakan bahwa Bali optimis tetap bisa menjalankan roda pariwisata di tengah kejadian force majeure.
Potensi Wisatawan Domestik
Optimisme Ketut bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan telah menerima surat edaran dari Kemenparekraf yang memberi arahan agar pegiat pariwisata mengambil langkah-langkah preventif, termasuk menghentikan sementara kegiatan wisata outbond ke Cina dan inbound dari Cina ke Indonesia.
Selama ini Ketut merupakan pengusaha pariwisata yang terbilang rajin bertandang ke Cina untuk mempromosikan Bangli dan destinasi wisatanya. Dan sesuai arahan Kemenparekraf, Ketut setuju bahwa promosi pariwisata Bali bisa dialihkan ke negara-negara yang tidak terlalu terkena dampak, di antaranya Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, Selandia Baru dan Australia.
Di sisi lain, Ketut juga berpendapat, persoalan virus Corona akan menjadi peluang untuk meningkatkan potensi wisatawan domestik menggeliat datang ke Pulau Dewata. “Sayangnya ada juga pe-er yang belum terselesaikan untuk upaya menggeliatkan dan menggiatkan turis domestik. Justru market wisatawan domestik menjadi kunci sangat penting,” kata dia.
Karena itu, Ketut mengimbau pemerintah supaya dapat mendukung iklim kunjungan wisatawan dalam negeri melalui sejumlah regulasi. Di antaranya meninjau ulang kebijakan harga tiket pesawat dan tiket-tiket retribusi pariwisata daerah, yang hanya memberatkan wisatawan. “Soal pungli di area pariwisata sangat menggangu kenyamanan para wisatawan. Hal ini selalu dikeluhkan mereka,” ujarnya prihatin.
Pria yang memiliki pengalaman panjang dengan berkiprah di sejumlah Badan Usaha Milik Negara ini mengatakan, “Bersama para stakeholder pariwisata Bali, saya selaku Ketua PHRI Bangli, akan terus memantau perkembangan terkini mengenai dampak virus Corona terhadap kunjungan wisatawan Cina ke Bali,” ujarnya serius.
Ketut juga akan terus menjalankan langkah-langkah kreatif agar pariwisata Bali, khususnya Bangli, bisa tetap berjalan. Dan tentunya bisa menjaga stabilitas ekonomi masyarakat yang sangat bergantung pada pariwisata. Ia juga menuturkan pengalaman dari peristiwa Gunung Agung beberapa tahun lalu yang sangat berdampak tinggi bagi sektor pariwisata di Pulau Dewata.
“Pariwisata di Pulau Dewata itu menjadi roda penggerak perekonomian dan masyarakat Bali. Semoga permasalahan ini bisa segera teratasi dan selesai, sehingga pariwisata di Bali terus menggeliat,” tutup Ketut.
Teks : Hadriani P | Foto : Dok. Istimewa