Jakarta, Kirani – Menjadi perempuan dengan menyandang stigma sebagai warga binaan lembaga permasyarakatan bukanlah hal yang muda. Namun sesungguhnya mereka masih bisa dibina hingga menghasilkan karya kreatif bahkan dapat kembali meraih kehidupan di tengah masyarakat.
Yakin akan hal itu Titin Agustina, tergerak untuk menggerakan para perempuan penghuni lapas untuk menghasilkan aneka produk kerajinan yang unik dan berkualitas. Kini hasil karya mereka seperti selimut, sarung bantal, taplak meja, terpajang di butik milikny abernama Kraviti. Bahkan karya mereka bisa mendunia.
“Tujuan saya masuk ke sana karena melihat harapan untuk meniti hidup yang lebih baik kadang terkikis oleh citra negatif yang melekat sebagai eks-napi. Ketika kembali ke masyarakat, eks-narapidana cenderung jauh lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena rekam jejak masa lalunya, terlebih lagi jika ia tidak memiliki keterampilan. Jadi selama 2 tahun itu, saya masuk dengan cara dan usaha sendiri ke dalam lembaga pemasyarakatan di wilayah Bandung bagi narapidana wanita. Di situ saya melatih keterampilan buat mereka,” tutur wanita yang akrab disapa Tina itu.
Dengan memberikan pelatihan secara langsung kepada para napi, Titin jadi tahu permasalahan sosial yang sesungguhnya.
“Sebenarnya, mereka belum semua terangkul oleh pemerintah. Mantan narapidana ini seharusnya dikasih kesempatan untuk bikin karya. Masyarakat juga jangan langsung memberi stigma negatif pada mereka. Siapa tahu setelah mereka keluar malah jadi orang yang berbeda. Kalau kita nggak pernah beri kesempatan, maka nggak akan tahu,” papar Tina.
Perempuan yang akrab disapa Tina ini berharap, melalui pelatihan keterampilan merajut dan menjahit kain perca yang dibina Kraviti, dapat memantik semangat dan harapan hidup narapidana perempuan ketika kembali bergabung dengan masyarakat.
Nama Kraviti dari kata Crafity yang berarti terampil. “kata ini menggambarkan karakter produk kami yang menggunakan teknik merangkai potongan-potongan kain atua yang dikenal sebagai kerajinan patchwork dan quilting,” ungkapnya.
Sesungguhnya usaha ini berawal dari para ibu yang berada di sekitar tempat dia tinggal di Bandung. “Di sebelah komplek rumah saya di Bandung, saya melihat ada ibu-ibu yang menganggur, padahal mereka bisa diberdayakan untuk dapat meningkatkan ekonomi. Saya ingin bisa membantu pada lingkungan sekitar menambah dan memperbaiki perekonomiannya. Di sisi lain ada kepuasan batin yang bisa saya rasakan karena bisa memberdayakan mereka yang punya keahlian. Akhirnya, dari mereka inilah produksi Kraviti mulai dikembangkan,” ungkapnya.
Baru di awal tahun 2012, Tina dan Kraviti merambah membuat pelatihan di Lapas Wanita Sukamiskin Bandung. “Saya ingin membantu memberikan solusi dari permasalahan sosial yang kompleks. Salah satunya membekali warga binaan pemasyarakatan dengan keterampilan yang dapat digunakan ketika kembali ke masyarakat,” katanya.
Berkat upayanya dalam memberdayakan para perempuan, Tina meraih penghargaan Mandiri Bersama Mandiri Challenge Awards di tahun 2012 untuk kategori industri kreatif. Bahkan menyusul kesuksesan yang sama Tina berencana melakukan pengembangan lain mendirikan rumah kolase yang diperuntukan memberi keterampilan bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan.
“Tantangan terberat adalah di saat pergantian warga binaan pemasyarakatan karena masa hukuman mereka sudah berakhir. Jadi, kami harus melakukan pelatihan kembali dengan orang-orang baru, serta pemasaran dari hasil karya mereka. Selain itu, birokrasi dari lembaga terkait juga merupakan tantangan lain dari kegiatan ini,” ungkap perempuan kelahiran Bandung 22 Agustus itu.
Juara I Usaha Sosial Mandiri Challenge Awards di tahun 2012 dengan bangga mengatakan, saat ini produk-produk Kraviti telah tersebar di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Bali. Bahkan, produk-produk Kraviti telah dinikmati oleh masyarakat di luar negeri seperti Malaysia, Jepang, Spanyol, Belanda, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat.
Teks : Wiwied Chandra