Nadya Perwitasari, Pebisnis Artisan Patisserie

Kirani.Id – Salah satu bisnis yang terbilang baru adalah artisan bakery. Istilah artisan pada dunia kuliner merujuk pada produk kue, roti atau es krim yang dibuat dalam jumlah terbatas. Secara harafiah, artisan yang berasal dari bahasa Prancis berarti pengrajin yang membuat produk dengan tangan (handmade).

Nah, di Jakarta belakangan ini mulai bermunculan toko kue atau roti dengan konsep artisan . Salah satunya adalah Lacrou Patisserie yang mengusung artisan patisserie. Beragam macam kue seperti  choux, éclair, speculicious, mille feuille, paris brest, madeleine, cheese cake in jar, tarte au chocolate hingga tarte au citron ada di sana. Meski namanya berbau Prancis, jangan mengira ini adalah produk impor. Pasalnya ini adalah artisan patisserie berbahan lokal dan dimiliki oleh pengusaha muda lokal.

“Kami percaya makanan dapat menghadirkan kebahagiaan dan kami berambisi untuk menyebarkan kebahagiaan sederhana bagi para pencinta kue tanah air, dengan menghadirkan aneka kue khas Perancis yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas dari dalam dan luar negeri,” kata Nadya Perwitasari pemilik dan pendiri Lacrou Patisserie.

Bisnis ini dibangun Nadya bersama adikanya Fadila Octariani. Menurut dia,  kecintaan pada kue, pastry dan dessert ala Prancis lah yang mendasari bisnis ini. Mereka lalu memadukan seni pastry dari Prancis itu dengan bahan baku campuran lokal dan impor dan lokal dan pembuatan hand made.

“Kami bikin kue ini nggak massal tapi limited. Kita juga nggak mau terlalu banyak menggunakan gula agar rasanya lebih nikmat dan alami,” ujar

Foto – dok.istimewa

Ya, produk artisan memang umumnya mengedepankan kualitas dan kesehatan. Produk roti dan pastry berlabel ini memang tidak memakai pengawet dan pewarna berbahaya. Semua kue dan pastry yang dibuat harus dari bahan baku dengan kualitas control yang tinggi. Tapi tidak berarti semua harus impor. “Kami juga menggunakan bahan-bahan lokal seperti kelapa, wijen, gula jawa dan jeruk limau yang tidak hanya menghasilkan warna yang cantik, tapi juga rasa yang lebih gurih,” ungkapnya.

Karena itu harga yang mereka pasang juga terbilang lumayan. Setiap boks berisi delapan kue dibanderol dengan harga Rp 200 ribu. Perempuan kelahiran Jakarta 2 September 1982 mengaku mereka memang mensasar segmen masyarakat ekonomi menengah ke atas. Pemasaran pun mereka lalukan hanya berdasarkan pemesanan via online

“Meskipun baru berjalan setahun, peminat kue kami sudah lumayan banyak,” ujar Nadya bangga. Dan sejak dibangun awal 2016, menurut Nadya, Lacrou memproduksi 20-30 box setiap minggunya. “Penjualan tertinggi biasanya di perayaan hari besar seperti Lebaran kemarin,” ungkapnya.

Menariknya, bisnis ini dimulai sesunguhnya Nadya sudah memiliki pekerjaan yang mapan. Demikian juga dengan Dilla yang baru saja lulus pendidikan kedokteran gigi. Tetapi keduanya memiliki passion di bidang entrepreneur dan kuliner.

“Saya sudah lama ingin jadi entrepreneur namun belum menemukan bisnis yang cocok. Sampai akhirnya mendapati bahwa bisnis pastry ini adalah passion saya,” kata Nadya.

Demikian juga dengan sang adik Dila yang bertindak sebagai chef di Lacrou berlatarbelakang sebagai dokter gigi. Setelah lulus, Dila ia lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta itu memutuskan untuk pergi ke London, Inggris untuk belajar membuat pastry (patisserie).

“Jadi begitu lulus, dia langsung menyerahkan ijazahnya kepada kedua orangtua saya yang memang menginginkan salah satu anaknya jadi dokter,” kenang Nadya.

Keduanya lalu menyatukan ide dan modal bersama. “Saya bisa merasakan bisnis ini memiliki peluang untuk terus berkembang. Apalagi peminat akan produk artisan patisserie ternyata banyak di Indonesia.

“Kami tak sekadar ingin membuat pastry lalu menjualnya tapi kami ingin memberi kesan tersendiri bagi para penikmat pastry di Indonesia,” ucap penyandang master of art dari Lasalle College of the Arts Singapura itu.

Kini outlet Lacrou ada di bilangan Cipete Jakarta Selatan dengan lebih dari 20 varian yang dapat dipesan di outlet maupun di website.

“Kami mengakui modal kami terbatas untuk memulai bisnis ini, namun kami tidak ingin berpangku tangan. Kami mencari berbagai peluang untuk  bisa mengembangkan bisnis ini lebih baik lagi,” ungkap Nadya.

Teks : wiwid