Sekar, Sebuah Kisah Tentang Batik Dan Nilai Budaya

Jakarta,Kirani-Rasa cinta dan bangga akan batik sejak UNESCO meresmikan batik sebagai warisan budaya tak benda pada 2 Oktober 2009, seakan terus berkembang di dalam hati masyarakat Indonesia. Pengakuan yang dilanjutkan dengan penetapan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional itu disambut dengan menjadikan Oktober sebagai bulan Batik setiap tahunnya. Sepanjang bulan tersebut selalu ada saja kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperingati Hari Batik ini.

Pameran Batik di East Mall Grand Indonesia

Titimangsa Foundation bekerjasama dengan Fourcolours Films yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, mempersembahkan sebuah film pendek berjudul Sekar. Bercerita tentang makna batik yang penuh dengan filosofi atas kehidupan budaya dan nilai-nilai budaya luhur nenek moyang, film ini menghadirkan aktris senior Indonesia Christine Hakim serta bintang muda berbakat Sekar Sari dan Marthino Lio.

“Sejak batik diresmikan dan dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2 Oktober 2009, sudah selayaknya kita berperan aktif dalam melestarikan batik. Selama beberapa tahun terakhir, Bakti Budaya Djarum Foundation telah melakukan kampanye Hari Batik Nasional melalui media digital dengan kemasan kekinian agar dapat diterima oleh generasi muda. Untuk tahun ini kami mendukung film Sekar ini dibuat dengan format film pendek dan durasi singkat, namun digarap dengan serius dan menjadi sebuah karya film yang bagus dan indah. Melalui hubungan ibu dan Sekar yang ditampilkan, membawa kita untuk terus berupaya dalam kita menjaga budaya dan batik yang menjadi identitas bangsa ini,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Adegan dalam film ‘Sekar’

Mengangkat kisah seorang perempuan buta bernama Sekar, film ini menceritakan betapa batik telah menjadi dunia Sekar. Memiliki ibu seorang pembatik, Sekar mencintai batik tanpa pernah melihatnya. Aroma lilin, pewarna batik, suara cap, suara kibaran kain,dan suara kompor seakan telah begitu dalam merasuk dalam jiwa Sekar.  Sekar akan selalu berada di sisi saat sang ibu membatik, meraba lilin yang telah ditempelkan di kain hingga menebak motif yang baru saja dibatik. Semua tentang batik adalah harmoni bagi Sekar. Dunia adalah batik untuk Sekar dan ibunya.

Hingga suatu saat Sekar bertemu dengan seorang pria pembuat perak. Pria ini membuatkan motif batik untuk Sekar, menghidupkan batik dengan cara yang berbeda. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran di hati sang Ibu. Seperti ibu lain, Ibu Sekar ingin terus menjaga putri kesayangannya layaknya menjaga batik tulisnya. Namun Sekar bukanlah sehelai kain, ia tumbuh, ia berkembang, dan ia memiliki keinginan untuk menjaga batik dengan caranya sendiri. Akhirnya, sebagai orang tua, Ibu Sekar hanya mampu memanjatkan doa dan harapannya, melalui sepotong kain batik bermotif kawung. Sebuah motif yang memiliki makna pengendalian diri yang sempurna, hati yang bersih, tanpa keinginan untuk riya.

Pemutaran perdana ‘Sekar’ di Galeri Indonesia Kaya

Film bergenre drama dengan durasi 30 menit ini ditulis dan disutradarai oleh Kamila Andini. Sebelumnya Kamila telah membuat film panjang berjudul The Mirror Never Lies yang di putar di lebih dari 30 International Film Festival serta film The Seen and Unseen atau Sekala Niskal yang telah mendapatkan penghargaan sebagai Best Youth Feature Film di Asia Pacific Film Festival 2017, Grand Jury Prize di Tokyo Filmed 2017 juga Grand Prize kategori Generation Kplus International Jury untuk film berdurasi panjang terbaik di Berlin International Film Festival 2018.

Teks : Tya Handayani

Foto : Dok. Image Dynamic