Weh-wehan, Tradisi Masyarakat Kaliwungu Dalam Rangka Memperingati Maulid Nabi Muhammad

Kendal, Kirani – Di Kaliwungu Kendal, Jawa Tengah, ada tradisi tahunan bernama Weh-wehan atau Ketuwinan. Weh-wehan berarti saling memberi dan Ketuwinan berarti saling mengunjungi.  Oleh karena itu, Weh-wehan dilakukan dengan saling mengunjungi sanak saudara dan tetangga. Tradisi ini, biasa dilakukan pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal, pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Untuk memeriahkan tradisi tersebut, Disporapar Kendal bekerja sama dengan Yayasan Masjid Agung Al Muttaqin Kaliwungu menggelar Festival Weh-wehan di Alun-alun Kaliwungu, Minggu (15/9/2024). Weh-wehan merupakan tradisi saling memberi makanan antar tetangga, yang sudah menjadi tradisi masyarakat Kaliwungu pada momen Maulid Nabi Muhammad SAW.

Festival Weh-wehan diikuti Pokdarwis di Kabupaten, instansi Pemda dan organisasi wanita. Festival Weh-wehan yang disatukan dengan Jambore Pokdarwis, diramaikan dengan lomba lampu teng-teng dan Bazar UMKM.

Kepala Disporapar Kendal, Achmad Ircham Chalid mengatakan, Festival Weh-wehan digelar untuk mengangkat tradisi Weh-wehan di sekitar Masjid Agung Kaliwungu agar semakin dikenal hingga luar daerah Kendal. Tujuannya untuk menarik wisatawan, khususnya ke tempat-tempat wisata religi di Kabupaten Kendal.

Pada acara Festival Weh-wehan ini, juga mengundang peserta dari luar Kendal, seperti Kota Semarang dan Kabupaten Semarang. Selain itu, juga mengundang mahasiswa luar negeri dari UIN Walisongo Semarang, seperti Kamboja, Malaysia, Negara Arab dan Afrika.

Sementara itu, salah satu panitia festival Weh-wehan Kaliwungu Kendal, Mochamad Soleh, mengatakan tradisi Weh-wehan tahun 2024 ini, sudah dibuka Minggu (15/09/2024) sore.

“Tradisi Weh wehan dimulai Minggu, habis Ashar hingga Senin, sebelum Maghrib,” kata Soleh.

Soleh, menjelaskan tradisi Weh-wehan atau Ketuwinan, sudah ada sejak dahulu. Tradisi ini, dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. “Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu,” ujarnya.

Sumpil

Tradisi Wehwehan atau Ketuwinan, tidak lepas dengan makanan tradisional bernama Sumpil. Sumpil ini, seperti ketupat, karena bahannya dari beras . Kalau Sumpil bungkusnya dari daun bambu berbentuk segitiga. Sedang ketupat bungkusnya dari janur. Menurut  antropolog Undip Semarang, Mudjahirin Thohir, Sumpil adalah makanan tradisional Kaliwungu Kendal. Makanan yang adanya pada peringatan Maulid Nabi itu, biasa dimakan dengan sambal kelapa. Rasanya gurih dan lezat.

“Ini makanan khas Kaliwungu, warisan dari nenek moyang,” kata Mudjahirin. Profesor yang tinggal di Kaliwungu Kendal tersebut menjelaskan Sumpil berbentuk segitiga, yang mempunyai arti bintang yang bersinar. “Sebagai makanan simbolik, yang dibentuk mirip bintang di langit, melukiskan malam penuh bintang saat kelahiran Muhammad saw,” ujarnya. (Adv)

Teks & foto: Priyo