Ulang Tahun Jakarta, Begini Busana Nasional dan Fenomena Kebaya Betawi

Jakarta, Kirani – Setiap tanggal 22 Juni menjadi hari istimewa bagi kota Jakarta. Ya tanggal tersebut merupakan hari ulang tahun ibukota tercinta.

 

Pada tahun ini,  kota Jakarta meryakan hari jadinya yang ke 493 tahun. Dan pada harlah tahun  ini meski diperingati dalam sitkon pandemi global tidak mengurangi prestasi yang sudah dicapai.  Sungguh sebuah usia membanggakan yang hampir mencapai lima abad, dan tentu saja dalam hal pencapaian , banyak keberhasilan di usianya yang terbilang senior.

 

Dalam sejarahnya, hari jadi jatuh pada tanggal 22 Juni melalui proses panjang. Penetapan hari jadi Kota Jakarta pada massa pemerintahan Wali Kota Sudiro yang menjabat periode 1953 – 1958.

 

Selanjutnya, penetapan berdirinya Kota Jakarta merujuk pada sejarah perebutan pelabuhan Sunda Kelapa oleh tokoh Kerajaan Demak bernama Fatahillah tahun  1527.

 

Ibu Iriana Jokowi, Igu Mufidah Jusuf Kalla,dan Ibu Wury Maruf Amin dalam balutan kebaya

 

Sejarah Ulang Tahun Kota Jakarta

 

Pada sejarah Prasasti Buku Tulis di Bogor, tertera telah berdiri Kerajaan Padjajaran pada 1133 dengan wilayah kekuasaan meliputi Tangerang, Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Saat itu, Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara menjadi pusat transportasi air yang dikuasai Kerajaan Padjajaran.

 

Kemudian ketika Portugis tiba tahun 1522, telah terjadi perjanjian dagang dan pertahanan antara Raja Padjajaran dengan Portugis. Nah, inti perjanjian yang berlangsung pada 21 Agustus 1522 itu, memberikan kebebasan kepada Portugis untuk berdagang melalui Pelabuhan Sunda Kelapa dan memberikan izin mendirikan benteng pertahanan.

 

Pada lima tahun selanjutnya yaitu 1527, Portugis kembali datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa untuk menindaklanjuti perjanjian pada 1522. Akan tetapi, saat itu Pelabuhan Sunda Kelapa sudah dikuasai tentara Kerajaan Demak di bawah pimpinan Fatahilah.

 

Selanjutnya, 22 Juni 1527, Fatahillah dapat mengalahkan dan mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, dan  mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta.

 

Seiring berjalannya waktu, Belanda menduduki Jayakarta dan berganti nama menjadi Sta Batavia. Lalu terjadi perubahan kembali yaitu Gemeente Batavia pada 1905.

 

Di masa kependudukan Jepang pada tahun 1942, Batavia diubah menjadi Toko Betsu Shi. Lalu setelah Jepang menyerah kepada sekutu, namanya menjadi Pemerintah Nasional Kota Jakarta.

 

Namun, tidak berapa lama setelah itu, keseluruhan kota diduduki oleh pemerintahan NICA, nama Batavia kembali seperti dulu, Stad Gemeente Batavia. Selanjutnya. pada 24 Maret 1950, diubah kembali menjadi Kota Praja Jakarta.

 

Dan selepas masa penjajahan, Wali Kota Sudiro menyadari Jakarta harus memiliki hari jadi. Sudiro merupakan Walikota Jakarta periode 1953 hingga 1958.

 

Melalui Sudiro yang  mengumpulkan sejumlah tokoh, seperti Mohamad Yamin dan Sukanto, serta wartawan senior Sudarjo Tjokrosiswoyo untuk meneliti kapan Jakarta didirikan oleh Fatahillah.

 

Lalu Sukanto menyerahkan naskah berjudul “Dari Jayakarta ke Jakarta”. Naskah itu kemudian diserahkannya ke Dewan Perwakilan Kota Sementara untuk dibahas. Melalui  sidang yang menetapkan 22 Juni 1527 sebagai berdirinya Kota Jakarta.

 

Pada 22 Juni 1956, Sudiro mengajukannya dengan resmi dan usulannya diterima dengan suara bulat. Dan sejak saat itulah, setiap 22 Juni diadakan sidang istimewa DPRD Kota Jakarta. Sebagai tradisi memperingati berdirinya Kota Jakarta.

 

Kemudian pada 18 Januari 1958, Kota Praja Jakarta diubah menjadi Kota Praja Djakarta Raya. Kemudian pada tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Selanjutnya, pada 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.

 

Pada tahun1999, melalaui UU No. 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi daerah khusus ibukota negara republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada wilyah kota, selain itu wilayah dki Jakarta dibagi menjadi enam yaitu lima Wilayah Kotamadya dan Satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.

 

Memasyarakatkan kebaya sebagai busana Nasional wanita Indonesia

 

Busana Nasional, Perjalanan Kebaya Indonesia dari Masa Ke Masa

 

Ajakan dan seruan busana Nasional kembali menjadi perbincangan. Berbarengan dengan perayaan ulang tahun kota Jakarta, ajakan dan seruan ini menjadi menarik perhatian.

 

Indonesia, selain memiliki keberagaman , keindahan dan kekayaan alamnya, juga memiliki kostum atau busana nasional dari seluruh penjuru di Tanah Air.

 

Busana atau kostum Nasional Indonesia merupakan kostum yang mewakili Republik Indonesia yang berasal dari budaya Indonesia dan tradisi tekstil lokal negeri tercinta ini. Saat ini, sebagian besar kostum atau busana Nasional Indonesia yang paling terkenal adalah Batik dan Kebaya.

 

Memang, Batik dan Kebaya aslinya merupakan Busana yang sebagian besar mendapat pengaruh dan berasal dari Jawa, Bali dan Sunda.  Sejak Jawa menjadi pusat politik dan populasi Indonesia kostum dari foklor dari pulau tersebut juga naik menjadi status Nasional.

 

Busana Nasional seperti kebaya kini banyak dikenakan dan menjadi busana yang sering dikenakan perempuan Indonesia. Sejak era tahun 1940an semasa Presiden Soekarno, kebaya merupakan busana Nasional yang dikenakan para perempuan Indonesia.

 

Bung Karno meyakini busana Nasional melalui kebaya tak hanya sekdar busana yang melekat di badan. Lebih dari itu menjadi lambang emansipasi bahkam diplomasi perempuan Indonesia. Hal ini juga terlihat dalam sejarah tokoh pejuang perempuan Indonesia, seperti Raden Ajeng Kartini yang selalu mengenakan Busana Nasional dengan Kebaya dan Jarik atau Kain.

 

Di era Presiden Soeharto, melalui Ibu Tien yang selalu mengenakan busana Nasional kebaya dan kain, bahkan hal ini menjadi pesona Ibu Negara Indonesia.

 

Dan bergantinya Presiden dari waktu ke waktu hingga sekarang, para Ibu Negara masih sering berbusana Nasional mengenakan kebaya berbalut jarik atau kain.

 

 

 

Teks : Hadriani. P | Foto Dok. Istimewa