Bandung, Kirani – Majalaya adalah salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung yang dikenal sebagai sentra pertenunan di Jawa Barat sejak akhir tahun 1920. Majalaya dikenal sebagai penyedia 40% produk tekstil nasional pada tahun 1960. Salah satu hasil industri dari Majalaya adalah Sarung Poleng yang sempat popular di beberapa negara asia.
Kejayaan sarung Majalaya dengan ciri khas tenunnya ini yang membuat Indonesia Fashion and Art Festival (IFAF) bekerja sama dengan Dekranasda Bandung mengangkat wastra ini pada Fashionality 2023. Di tangan para desainer yang tergabung Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), sarung Majalaya tampil dengan pesonanya.
Founder IFAF, Lina Marlina Ruzhan mengatakan pihaknya dan sembilan desainer tertantang mengolah sarung Majalaya dengan khas tenunnya menjadi gaun yang ready to wear dan memiliki nilai lebih.
“Ini merupakan kekayaan wastra Jawa Barat yang dikenal dalam bentuk sarung, siapa sangka kalau Majalaya memiliki hasil tenun berupa sarung yang sudah terkenal di Indonesia hingga mancanegara. Sarung ini memberikan tantangan sendiri bagi kami di IFAF untuk dikembangkan jadi koleksi ready to wear yang dirancang oleh desainer ternama,” ujar Lina kepada media saat jumpa pers di Trans Convention Center, Bandung, Selasa, 12 Desember 2023.
Desain motif sarung Majalaya pada dasarnya berbentuk garis/salur dan kotak-kotak dengan warna yang mencolok. Motif tersebut merupakan aplikasi dari desain struktur pada kain tenun. Lina berharap kolaborasi antara IFAF dan APPMI dalam mengangkat sarung tenun Majalaya, akan makin meningkatkan harga dan nilai produk wastra yang dikerjakan turun temurun oleh sekitar 300 perajin di Majalaya.
Menurut Bupati Bandung, Dadang Supriatna, sarung Majalaya akan memiliki nilai yang tinggi apabila diciptakan menjadi desain yang menarik di tangan para desainer.
“Harga akan makin mahal ketika diciptakan dengan desain yang lebih bagus. Jusana dari sarung tenun Majalaya bisa untuk harian atau pesta. Diharapkan hal ini menjadi inspirasi bagi perajjn sarung tenun, bahwa wastra itu bisa dibikin menjadi luar biasa bernilai jual tinggi,” kata Dadang.
Untuk melestarikan sarung tenun Majalaya dan meningkatkan nilai tambah agar sarung tenun ini tidak dianggap kuno, tradisional, maka IFAF menggandeng sembilan desainer yang antara lain Ayu Andari, Malik Moestaram, Bellahasura, Dewi Noor x Lina Marlina, Hanny Lovely, Kisera x Klambikoe by Anti, Kursien Karzai, Rya Baraba, dan Zuebarqa by Benz.
Masing-masing desainer membawakan koleksi yang memadukan antara sarung tenun Majalaya, dengan DNA brand yang mereka miliki. Seperti Bellahasura yang membawa menghadirkan koleksi dengan gaya Bohemia. Kali ini Bellahasura mempersembahkan sarjng dalam dimensi keanggunan dan kemewahan yang dikombinasi santili dan jetsilk.
Ataupun Ayu Dyah Andari yang memadukan antara motif poleng yang ada pada sarung tenun Majalaya dengan bahan lainnya, guna menimbulkan kesan looks yang elegan dan misterius. Semisal dengan membangun kontras antara garis desain yang feminim dengan palet warna yang cenderung gelap.
“Tidak ketinggalan, ada juga sulaman payet handmade yang tentunya sedikit berbeda dengan koleksi Rose and Beyond yang dibawakan di London Fashion Week kemarin. Koleksi ini bernuansa hijau tua, navy dan coklat tua yang disesuaikan dengan warna khas dari sarung tenun Majalaya,” urai Ayu Dyah Andari.
Kolaborasi desainer dengan para penenun sarung Majalaya diharapkan dapat semakin memperkaya kekayaan wastra Indonesia, sehingga para perajin sarung Majalaya dapat terus memproduksi dan menghasilkan produk yang berkualitas.
Teks : Galuh. Foto : APPMI Jabar.