Panggung Pentas Seni Diguyur Hujan, Leak dan Eko Tunas Pentas di Tenda

Kendal, Kirani – Panggung terbuka yang ada di tepi pantai indah Kemangi, Sabtu (28/09/2024) malam sudah diterangi lampu. Panggung ber-setting sederhana tersebut terlihat cukup indah. Sekitar jam 20.00 wib, acara pentas seni pun dimulai.

Setelah pembawa acara mengundang satu persatu pejabat dan panitia untuk memberi sambutan, kemudian ia mengundang penampil dari omah dongeng Marwah, untuk naik ke panggung. Mereka, Tsaqiva Qinasih Gusti dan Tiyo Ardianto, mementaskan musikalisasi puisi.

Sayang, cuaca tidak mendukung. Baru beberapa menit mereka berpuisi diiringi bunyi petikan gitar, gerimis riwis yang sebelumnya sudah turun berganti hujan  deras. Penonton dan pemain bubar. Lampu panggung dimatikan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Pentas seni kemudian dipindah ke tenda pengungsian yang dipersiapkan untuk tidur malam peserta workshop. Tanpa panggung, tanpa sound sistem. Sosiawan Leak, tampil yang pertama. Penyair asal Solo ini, mementaskan 2 puisinya yang berjudul Kau Menyiapkan Barisan dan Pobhia.

Leak berpuisi tanpa teks. Sebab penyair yang selalu tampil dengan memakai peci itu, hafal dengan puisi -puisinya.  Penyair kurus  ini tampil apik.  Seperti biasa, Leak, selalu atraktif di dalam mementaskan puisi -puisinya. Meski tidak berada di panggung dan hanya duduk di kursi, penyair berambut gondrong itu, seperti menghipnotis penonton.

“Bahagia sekali, saya bisa tampil di Kendal,” ujar Leak.

Monolog Eko Tunas

Setelah Leak, giliran tampil aktor gaek, Eko Tunas. Seniman asal Tegal yang tinggal di Semarang itu, mempersembahkan pentas monolog.  Lelaki yang sudah jadi kakek ini mengatakan, sastra adalah politik, yang sebenar – benarnya.

Sastrawan beda dengan politikus. Sebab sastrawan tidak pernah berbohong dan tidak goblok. Ia berkarya dengan hati dan pikiran yang cerdas. Sementara politikus, banyak yang berbohong, tidak pintar dan banyak yang cari kekuasaan dengan menggunakan uang.

Oleh sebab itu, John F. Kennedy mengatakan, jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya. Tidak heran kalau jaman dahulu, seniman ditakuti oleh penguasa.

Eko, yang memakai kostum kaos putih dibalut selendang lurik, terlihat masih energik di usianya yang sudah 70 tahun. Sahabat dekat Emha Ainun Najib dan Ebiet G Ade, semasa kuliah dan tinggal di Jogja tersebut, menampilkan monolog yang mengkritisi situasi politik, dan anak muda sekarang yang suka tawuran di jalan dan meresahkan masyarakat.

“Ini, adalah situasi sekarang. Politikusnya banyak yang suka bohong, dan anak mudanya suka tawuran,” kata Eko Tunas.

Eko, memang  aktor panggung yang luar biasa. Ia bisa pentas di mana saja. Seperti halnya yang dilakukan semalam, Sabtu (28/09/2024). Lantaran hujan deras, dan panggung utama tidak mungkin digunakan untuk pentas,  Eko tampil di tenda pengungsian milik Badan Penanggulangan Benana Daerah (BPBD) Kendal. Penampilan lelaki yang tinggal di Banyumanik Semarang ini, disaksikan oleh puluhan penonton, yang sebagian besar anak muda usia SMA.

Larung Sastra, menurut presiden Plataran Sastra Kaliwungu (PSK), Bahrul Ulum, hari ini, Minggu (29/09/2024) adalah puncak acara dari semua kegiatan yang di mulai pada awal September 2024. Selain pementasan, sebelumnya juga sudah ada workshop menulis puisi, cerpen, esai, dan dongeng.

“Ada juga, temu sastrawan Kabupaten Kendal,” ujar Ulum.

Selain menghadirkan bintang tamu Eko Tunas dan Leak, panggung sastra juga menampilkan musikalisasi puisi dari rumah dongeng Marwah Kudus, dan teater Semut.

Teks & foto: Priyo