Jakarta, Kirani – Belakangan ini, pengaruh dan fenomena industri fashion Korea di Indonesia sangat kental dan terasa. Kegandrungan masyarakat Indonesia dengan pesona industri fashion Negeri Gingseng ini tak hanya terpengaruh karena keasyikan menikmati film Drama Korea atau juga sajian musik K-Pop. Faktanya, kehadiran para desainer Korea juga memiliki karya yang bisa menjadi inspirasi pecinta mode di Tanah Air.
Menangkap peluang ini, pada Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) 2025 secara resmi mengumumkan dan menghadirkan kolaborasi strategis dengan Busan Textile & Fashion Industries Association dari Korea Selatan.
Secara detail, tentu saja kerja sama ini bertujuan untuk mendorong kemajuan industri fesyen di Indonesia dan Korea Selatan. Selain itu, hal terpenting menciptakan peluang baru bagi para desainer lokal Indonesia yang bercita-cita menembus karier global di negara yang dijuluki sebagai Macan Asia itu.
Acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Busan Fashion Week (Korea Selatan) dan JF3 (Indonesia) berlangsung Sabtu (26/7) di Media Lounge Gafoy, Summarecon Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara. Acara MoU ini dihadiri Mr. Park Dong Seok dari Busan Metropolitan City, Soegianto Nagaria, Chairman JF3, Ms Song Hyun Rae dari Busan Textile and Fashion Industries dan Thresia Mareta, Adviso JF3 dan Pendiri LAKON.
Menurut Soegianto Nagaria, kerja sama ini tidak semata hubungan profesional biasa. Tetapi hal ini sebagai media pertukaran budaya antara Indonesia dan Korea Selatan, dan menandai komitmen mempererat kolaborasi industri fashion kedua negara.
“Saya berharap, kolaborasi ini juga bisa mempererat hubungan para desainer, brand, dan institusi fesyen Indonesia dan Busan untuk berkomitmen membangun dampak yang positif,” kata dia.
Soegianto juga menegaskan didasari semangat kuat dan gigih, koloborasi ini demi menciptakan industri fesyen yang lebih inklusif dan inovatif.

Di dalam MoU ini disepakati bahwa tiga desainer terbaik dari masing-masing negara akan mendapatkan akses eksklusif untuk tampil di panggung fashion negara mitra setiap tahunnya. Hal ini menjadi jembatan lintas budaya yang berkelanjutan di kancah mode Asia.
Salah satu dampak positif dari kerja sama JF3 dengan Busan adalah terbukanya kesempatan bagi para desainer Indonesia untuk memamerkan karya mereka di panggung internasional Korea Selatan. Meski masih dalam tahap awal penjajakan, potensi strategis ini sangat besar dan membawa angin segar bagi desainer Indonesia berkiprah ke Korea.
Hari itu, sebelum berlangsung peragaan busana yang menghadirkan para desainer Korea Selatan yaitu Choi Chung-hoon dengan label Doucan, lalu Junebok Rhee dengan label Re Rhee dan Baek Juhee dengan Reonve, pelaksanaan MoU menjadi momen penting.
Dalam kesempatan JF3 ini, Doucan menghadirkan tema Rekonstruksi Memori. Tema ini bermakna momen-momen memori direkonstruksi secara tidak sadar, yang terakumulasi ditarik keluar, lalu berevolusi menjadi bentuk lain seperti organisme hidup dengan satu kekuatan hidup yang direkonstruksi dengan variasi baru.
Sementara koleksi Re Rhee menghadirkan “This Appearance; Disappearance” untuk musim Semi/Panas 2025. Koleksi ini mengeksplorasi sifat sementara dari mode dan bagaimana kemegahan saat ini pada akhirnya akan memudar, menjadi sekadar catatan, anekdot dalam arus waktu.
Sementara Baek Ju Hee, pengelola merek Reonve menghadirkan busana yang elegan dan berkelanjutan. Rancangannya dibuat secara handmade oleh para pengrajin dengan menggunakan berbagai tekstur dan berat kain dihiasi detail tradisional seperti bordir, quilting, dan patchwork yang dirancang untuk momen yang bermakna dan tak terlupakan.
Baek Ju Hee mengusung tema, “Whispers of Heritage” adalah koleksi yang menangkap perpaduan halus keindahan warisan tradisional Korea ke dalam ritme kehidupan wanita modern.
Teks : Hadriani Pudjiarti | Foto : JF3

