Idhul Adha di Masa Pandemi, Semangat Berkurban dan Keikhlasan Hakiki

Jakarta, KiraniAllaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd.

 

Artinya: Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar, Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.

 

Sejak Kamis (30/7) setelah Shalat Magrib Takbir Idhul Adha 1441 Hijriah menggema. Pada malam hari raya Idul Adha, umat Islam dianjurkan untuk mengumandangkan takbir di setiap masjid, musala, dan rumah-rumah

 

Memang tahun ini agak berbeda, tak seperti malam Takbiran Idhul Adha yang sudah-sudah, di mana banyak orang bertakbir keliling  atau bahkan di mesjid dengan suasana yang ramai. Tahun ini sepi, karena masa pandemi Covid-19. Bahkan di beberapa mesjid melakukan Takbir Virtual. Bagi warga yang melaksanakan salat Idul Adha di masjid maupun lapangan, diingatkan dan diimbau untuk selalu mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

 

Menyesuaikan Pelaksanan Tatanan Kenormalan Baru

 

Menteri Agama Republik Indonesia, Fachrul Razi, mengatakan warga perlu menyesuaikan dengan tatanan kebiasaan baru.

 

“Kami imbau untuk pelaksanaan Salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban dengan menyesuaikan pelaksanaan tatanan kenormalan baru atau New Normal,” kata Menag dalam telekonferensi pers usai Sidang Isbat, Selasa (21/07/2020).

 

Kementerian Agama juga telah mengeluarkan dua surat edaran mengenai pelaksanaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban, sebagaimana dilansir Kemenag.go.id.

 

Pertama, SE Nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Salat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun 1441 H /2020 M Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

 

Kedua, Surat Edaran Kementerian Agama Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Penyembelihan Hewan Dan Kehalalan Daging Kurban Dalam Situasi Covid-19.

 

Memang, kondisi wabah Covid-19 yang sampai hari ini  belum juga mereda, tak perlu disikapi dengan panik atau ketakutan. Apalagi jangan sampai umat Islam lantas kehilangan kendali akal sehatnya. Harus yakin dan menyadari bahwa semua yang terjadi di dunia jangan sampai membuat umat Islam kehilangan kendali akal sehatnya. Percayalah, semua yang terjadi di dunia tentu atas rencana dan ketentuan Sang Maha Kuasa. Karenanya, umat Islam harus bijak dan senantiasa mengedepankan prasangka baik (husnudzan).

 

Dan tentu saja takdir Allah ini tidaklah boleh serta-merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai umat Islam. Kita harus meyakini bahwa selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh-Nya. Dan apa boleh buat pelaksanaan ibadah haji, salat Idul Adha dan kurban tetap.berlangsung dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang sampai kini, belum ada tanda-tanda akan segera mereda.

 

Ibadah Idul Adha di masa pandemi

 

Ibadah Pertama dan Utama dalam Idul Adha adalah Pelaksanaan ibadah Haji

 

Adapun Ibadah pertama dan utama dalam Idul Adha adalah pelaksanaan ibadah haji. Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia. Calon jamaah haji Indonesia tahun 2020 tidak diberangkatkan ke tanah suci Makkah. Hal ini dilakukan Pemerintah untuk menjaga keselamatan para jamaah dari tertular atau terpapar virus Corona.

 

Dengan demikian sangat wajar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini sejalan dengan fikih Islam. Pertimbangan paling utama adalah menjaga keselamatan jiwa (hifz nafs), menjaga keberlangsungan agama melalui rukhshah.

 

Hal yang sama juga  berlaku pada Pemerintah Arab Saudi yang tidak mengizinkan jamaah dari luar negeri untuk menjalankan rukun Islam kelima ini. Mereka, hanya memperbolehkan warga Arab Saudi dan warga Asing yang berada di Arab Saudi saja yang diperkenankan untuk melaksanakan ibadah haji, dengan pembatasan jumlah dan peraturan yang sangat ketat.

 

Tentulah bagi calon jamaah haji tahun 2020, keputusan ini sangat berat untuk diterima. Sangat wajah menunaikan ibadah haji itu indah apalagi prosesnya ketika seseorang sekian lama menunggu antrean kuota haji dengan berbagai macam usaha untuk melunasi ongkos naik haji.

 

Jadi sangat bisa dibayangkan ketika giliran saatnya berangkat harus mengalami penundaan. Tentu sangat bisa dipahami bagaimana rasanya sangat nyesek.

 

Toh, ada hikmah besar yang bisa diambil dari keputusan ini, yaitu kesabaran dan kepasrahan, sebagaimana termuat dalam QS. Al-Anfal ayat 46 yaitu, “Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”

 

Dan sikap sabar ini yang menurut Ustad Alie Setiawan merupakan bagian dari hakekat dan semangat kemuliaan berkurban seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim kepada putranya Nabi Ismail.

 

Menurut Ustad Alie, alkisah Ismail merupakan anak yang dinanti-nanti oleh Ibrahim dan Siti Hajar. Setelah Ismail lahir, Allah memerintahkan Ibrahim untuk membawa anak dan istrinya, Siti Hajar meninggalkan Palestina.

 

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

 

Nabi Ismail, Anak yang Dinanti-Nantikan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar

 

Mereka pergi menyusuri padang pasir yang gersang hingga tiba di lembah tandus–Lembah Bakkah yang kini merupakan Mekkah. Ibrahim lalu meninggalkan Siti Hajar dan Ismail dengan makanan dan minuman seadanya.

 

Meninggalakan anak dan istri yakini Siti Hajar dan Ismail, Ibrahim dipenuhi ketakutan dan kekhawatiran. Sepanjang perjalanan kembali ke Palestina, dia terus berdoa kepada Allah SWT supaya anak dan istri yang dia tinggalkan selalu diberikan perlindungan.

 

Dan memang sepeninggalan Ibrahim, mereka hanya berdua yakni Siti Hajar dan Ismail berada di padang pasir tersebut. Setelah berhari-hari, Siti Hajar kehabisan makanan dan air susunya mengering. Ismail pun menangis kehausan.

 

Kemudian Siti Hajar panik berlari ke sana ke mari, di antara Bukit Shafa dan Marwah mencari air untuk putranya. Peristiwa ini kini dikenal dengan sa’i–salah satu rukun ibadah haji yakni berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara Shafa dan Marwah.

 

Siti Hajar yang kelelahan pun kembali menuju Ismail. Dan saat itu Ismail menghentakkan kakinya hingga munculah air jernih. Lalu Siti Hajar pun mengumpulkan air tersebut. “Dan, Zam-Zami (berkumpulah-berkumpulah),” kata Siti Hajar yang kini sumur tersebut dikenal menjadi sumur ZamZam.

 

Ismail pun meminum air tersebut dan tak lagi kehausan. Dan sejak saat itu, air tersebut menjadi sumber kehidupan banyak orang.hingga sekarang.

 

Ismail tumbuh dan besar di Mekkah dengan didikan Siti Hajar dan juga ayahnya yang kerap datang dari Palestina. Hingga pada suatu waktu Ibrahim dihadapkan pada perintah Allah untuk.mengurbankan atau menyembelih Ismail, putra kesayangannya.

 

“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” ucap Ibrahim kepada Ismail, sesuai surat As-Saffat ayat 102.

 

Dengan berserah diri kepada Allah, tanpa ragu Ismail mengemukakan jawabannya.Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar,” balas Ismail.

 

Semangat Berkurban Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

 

Ibrahim dan Ismail pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebelum penyembelihan, Ismail menyampaikan sejumlah permintaan kepada ayahnya.

 

Pertama, Ismail meminta untuk diikat dengan tali agar tidak meronta. Kedua, meminta agar pisau diasah dengan tajam agar tidak kesakitan.

 

Kedua permintaan tersebut bertujuan agar Ibrahim tak bersedih hati saat menyembelihnya. Ismail juga meminta agar pakaian yang dikenakannya saat itu diberikan kepada ibunda tercinta, Siti Hajar sebagai kenang-kenangan.

 

Ibrahim pun mulai menyembelih Ismail dengan membaringkan anaknya. Namun, pisau tajam itu tak mampu menyembelih Ismail yang berserah diri. Kemudian Allah menggantikan Ismail dengan seekor kambing. Dan hingga kini pada Hari Raya Idhul Adha, disarankan  berkurban dengan keikhlasan berupa kambing dan sapi.

 

Dan semangat berkurban ini adalah ujian kesabaran dan keikhlasan pada sesuatu atau harta yang kamu miliki bahkan cintai ridho semata karena Allah.

 

Menurut Ustad Alie, Kisah Ibrahim dan Ismail adalah suri tauladan dan kemuliaan semanagt berkurban dengan keikhlasan hakiki ang dimiliki Ayah Anak.

 

“Kesabaran, keikhlasan ini menjadi hakeket hakiki dalam melaksanakan berkurban pada Idhul Adha,” kata ustad asal Jombang, Jawa Timur ini. Alie menambahkan ketaatan kita mematuhi imbauan penerintah dalam New Normal di masa pandemi ini juga sebagai sebuah kesabaran dan keikhlasan hakikindari semangat berkurban.

 

“Sepintas tampak kecil, padahal manfaatnya sangat banyak dan berarti. Yaitu sikap kesabaran lagi menerima ujian Allah di masa pandemi. Dan percayalah, Subhanallah ini indahnya. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar,” kata Alie.

 

Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah dan menjadi orang-orang yang sabar.

 

 

 

Teks Hadriani Pudjiarti (Dari Berbagai Sumber) | Foto Istimewa