Bunda, Yuk Kenali Gejala Disleksia Pada Si Kecil

Jakarta, Kirani – “Sayang, tadi belajar apa di sekolah?” tanya Dinda pada jagoan kecilnya yang sedang asik dengan mainan barunya. Adhi berhenti sebentar dari kegiatannya sambil berfikir, lalu menjawab, “Belajar matematika perkalian, sama IPA.” “Ooh..kalau IPA apa yang dipelajari?” lagi Dinda bertanya. Adhi pun menjawab tanpa mengangkat kepalanya, “Ga tahu, lupa aku…”

 

Dinda yang lelah dengan segala beban pekerjaan di kantor, hanya terdiam sambil menarik nafas mendengar jawaban putra semata wayangnya. Bocah kelas 5 SD tersebut memang selalu memberikan jawaban serupa setiap ditanya mengenai pelajaran sekolah. Bahkan ketika ditanya, apa saja yang dikerjakan di sekolah, jawabannya pun cenderung datar, hanya belajar, bermain, lalu sudah. Seakan tidak ada kegiatan menarik yang dilakukannya sepanjang hari.

 

Sadar akan perbedaan yang dimiliki Adhi dengan anak lain seusianya, Dinda mengajak Adhi menemui psikolog saat ia masih berusia 6 tahun dan belum masuk SD. Setelah mengikuti terapi dan memantau perkembangannya, setahun lalu, saat duduk di kelas 4 SD, Adhi dinyatakan positif menyandang disleksia.

Huruf seperti beterbangan saat anak disleksia harus membaca

Kecewa, kesal, marah, bingung, bahkan menyesal seakan berbaur memenuhi benak Dinda. Kecewa setelah semua yang ia usahakan tak membuahkan hasil maksimal bagi buah hatinya. Menyesal karena telah memaksa bahkan memarahi Adhi atas sesuatu yang diluar kapasitasnya. Dan bingung apa yang harus ia lakukan untuk membantu sang buah hati menghadapi masalahnya. Literatur mengenai disleksia pun sedikit sekali, meski sudah mencari ke berbagai toko buku dan internet. Akibatnya, Dinda masih belum benar-benar memahami dan menemukan metode yang tepat untuk membantu jagoan kecilnya.

 

Sangat disayangkan memang masih terlalu sedikit informasi mengenai disleksia (dyslexia) dan kesulitan belajar (learning disorder) yang ada di Indonesia. Hal ini membuat para orangtua, terutama ibu yang biasanya paling dekat dengan anak, bingung harus berbuat apa untuk membantu anak mereka yang menyandang disleksia. Sedikitnya informasi ini juga mengakibatkan banyak mitos mengenai disleksia yang dipercaya oleh kebanyakan orang tua, misalnya :

  • Anak membaca huruf tidak terbalik, berarti bukan disleksia, hanya malas saja.
  • Disleksia dapat diketahui sejak anak berusia 4 tahun
  • Disleksia dapat disembuhkan dengan cara mengajak anak sering berlatih menulis tangan
  • Anak dengan disleksia tidak pintar, skor IQ-nya dibawah normal

Apakah mitos tersebut benar?  Biar tidak salah, yuk kita kenali apa sih disleksia itu dan bagaimana gejalanya :

Berasal dari bahasa Greek, yakni “dys” yang berarti kesulitan, dan “lexis” yang berarti bahasa, secara harafiah arti dyslexia atau disleksia adalah kesulitan dalam berbahasa. Bila dijabarkan lebih jelas, disleksia adalah gangguan proses belajar, ketika seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, atau mengeja, mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan untuk diubah menjadi bentuk huruf dan kalimat, dan sebaliknya. Pada akhirnya gangguan ini berdampak pada kemampuan memahami bacaan, menghambat perkembangan kosa kata, dan menghambat pengetahuan.

Anak dengan disleksia sering kesulitan menyusun kalimat

 

Beberapa masalah yang diderita anak disleksia:

1.Masalah fonologi

Yaitu hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka kesulitan membedakan ‘paku’ dengan ‘palu’, atau keliru memahami kata-kata yang hampir sama seperti ‘limapuluh’ dengan ‘limabelas’. Bukan karena masalah pendengaran tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input dalam otak.2

2. Masalah mengingat perkataan

Kebanyakan anak disleksia memiliki level intelegensi normal atau di atas normal, namun sulit mengingat perkataan. Mereka sulit menyebutkan nama teman-temannya, juga sulit mengingat jawaban untuk pertanyaan sederhana.

3. Masalah penyusunan yang sistematis

Anak disleksia sulit menyusun sesuatu secara berurutan, seperti susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf dan angka. Mereka sering lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan, apakah pulang sekolah langsung pulang atau latihan sepak bola.

4. Masalah ingatan jangka pendek

“Simpan tasmu di kamar, cuci kaki, ganti pakaian, makan siang, lalu kerjakan PR.” Sangat besar kemungkinan deretan instruksi itu tidak dilakukan semua karena anak disleksia tidak mampu mengingat  seluruh  perkataan ibunya tersebut.

5. Masalah pemahaman sintaks

Kebingungan dalam memahami tata bahasa kerap dialami anak disleksia. Terlebih bila menggunakan dua atau lebih bahasa dengan tata bahasa yang berbeda. Misalnya bahasa Indonesia dengan susunan diterangkan-menerangkan (contoh: topi merah), sementara dalam bahasa Inggris dengan susunan menerangkan-diterangkan menjadi (red hat).

Masalah-masalah tersebut mengakibatkan kendala pada anak dengan disleksia, seperti :

  • Masalah atensi dan konsentrasi
  • Kesulitan membuat perencanaan dan melakukan eksekusi terhadap rencana tersebut
  • Mudah lupa terhadap materi yang telah dipahami sebelumnya
  • Pada banyak kasus, gangguan belajar yang dialami tidak selalu terkait dengan membaca, menulis dan memahami bacaan.

 

Annelia Sari Sani,S.Psi, psikolog di RSAB Harapan Kita dan Founder Petak Pintar, menganalogikan isi kepala anak disleksia seperti sebuah laci besar tanpa sekat. Semua barang dimasukkan ke dalam laci tersebut, semua berantakan, sehingga saat dibutuhkan kembali, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukannya kembali. “Semua informasi yang dia terima dimasukkan ke dalam kepala, tetap ada disana, hanya sulit sekali menemukannya saat informasi tersebut dibutuhkan kembali,” paparnya pada seminar ‘Membongkar Disleksia’, Sabtu, 1 September 2018 di Sekolah Kembang, Jakarta.

 

Oleh karenanya, tak heran bila Adhi tak dapat mengingat apa saja yang ia pelajari siang tadi di sekolah, saat bunda menanyakannya di malam hari.  Atau saat mendapat tugas ketrampilan yang menyatakan cintanya kepada bunda dalam rangka Hari Ibu, bukannya menulis “Adhi sayang Bunda”, ia  justru menulis “Bunda Sayang Adhi”.

Anak dengan disleksia seringkali sulit memahami bacaan

Sebagai panduan bagi para ayah bunda dan guru, berikut tanda-tanda disleksia yang mungkin dapat dikenali :

  • Kesulitan membaca atau mengeja
  • Kesulitan membuat pekerjaan secara terstruktur seperti essay
  • Membaca lambat atau putus-putus, menghilangkan awalan (menulis dibaca tulis), tertukar kata atau huruf, misal ‘b’ tertukar ‘d’,’p’ tertukar ‘q’, dia menjadi ada, sama menjadi masa.
  • Daya ingat jangka pendek yang buruk
  • Kesulitan memahami arti dari kalimat yang dibaca maupun yang didengar
  • Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
  • Kesulitan mengingat kata-kata
  • Kesulitan mengingat nama-nama
  • Kesulitan atau lambat mengerjakan PR
  • Kesulitan memahami konsep waktu
  • Kesulitan mengingat rutinitas kegiatan sehari-hari
  • Kesulitan membedakan kanan dan kiri

Apabila tanda-tanda di atas terlihat pada putra-putri Anda, segeralah berkonsultasi kepada psikolog, terutama psikolog anak. Observasi dan penilaian terhadap anak biasanya juga melibatkan dokter anak, dokter saraf anak (untuk mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis),dokter THT (untuk menyingkirkan gangguan pendengaran), dokter mata (mendeteksi dan menyingkirkan gangguan penglihatan).

 

Lalu, benarkah disleksia bisa dikenali sejak usia 4 tahun?

Bunda, untuk menentukan apakah benar seorang anak menyandang disleksia, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, pada usia 7 tahun anak seharusnya bisa menguasai huruf. Bila pada usia 8-9 tahun masih tak menguasai huruf, baru ada kemungkinan anak menderita disleksia. Pengamatan terhadap anak sedikitnya dilakukan dalam waktu 6 bulan. Nah, apakah anak 4 tahun sudah kita harapkan mengusai huruf? Tidak mungkin bukan?

 

Selanjutnya, apa yang harus kita lakukan bila sang buah hati menunjukkan tanda-tanda seperti disebutkan di atas? Kita kupas hal tersebut di tulisan selanjutnya ya bunda.

 

Teks : Tya Handayani.      Foto : Dok. Facebook, Shutterstock.