Jakarta, Kirani – Karya batik dihadirkan untuk menjadi pencerahan bagi siapapun yang tersentuh untuk mengetahui betapa berdaya dirinya karena ia adalah kepanjangan tangan Tuhan di dunia ini. Demikian kurang lebih yang dikatakan oleh Era Soekamto, seorang fashion designer yang namanya tak dapat dipisahkan dari batik dan budaya Indonesia. Konsultan Nusantara Wisdom dan culture enthusiast yang telah banyak menghasilkan karya batik yang dikenal baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Setelah sebelumnya melanjutkan karya sang maestro Iwan Tirta, perempuan kelahiran Mataram ini meluncurkan jenama batiknya, “Era Soekamto” serta memperkenalkan galeri batik pertamanya. Jenama batik ini layaknya cerminan kejujuran dan ketulusan hati Era dalam berkarya tanpa berada di bawah asuhan Iwan Tirta.
“Jenama ini memiliki ciri khas atau DNA yang berbeda dengan batik-batik yang dilahirkan dari kerjasama dengan guru saya, Iwan Tirta,” jelasnya. Era juga mengajak 60 pembatik yang menjadi anak asuhnya untuk membuat karya batik jenama ini, juga mengajak mereka untuk terus mencintai budaya Indonesia.
“Karya ini lahir dari cipta, rasa, dan karsa para pembatik. Saya juga kaget karena ini jauh lebih feminim, detail, dan rapi dibandingkan DNA sebelumnya yang lahir dari seorang maestro besar. Ini karya yang jujur dan tulus dari hati, sehingga hasilnya juga berbeda,” tutur Era.

Adi Manungsa
Perempuan yang begitu tertarik akan budaya dan sejarah ini mengaku seluruh karya batik jenamanya terinspirasi dari sejarah tanah Jawa kuno. Karenanya, di saat bersamaan digelar 2022 Batik & Fashion Presentation bertajuk “Adi Manungsa”, di The Apurva Kempinski Bali. Hal ini sejalan dengan tema kampanye The Apurva Kempinski Bali sepanjang tahun 2022, “Unity in Diversity”, sebuah program yang menampilkan kekayaan serta keragaman tujuh daerah utama di Indonesia yaitu : Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku melalui pengalaman unik bagi para tamu.
“Adi Manungsa menjadi sebuah gambaran representasi karya batik untuk menunjukkan perjalanan manusia dalam mencari jati dirinya. Presentasi batik ini merupakan sebuah kolaborasi dengan beberapa nama yang sudah tidak asing lagi, yaitu Rama Soeprapto sebagai show director, dan Ivan Handoyo sebagai film director dan koreografi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Bali,” tutur Era dengan sangat antusias.
Adi Manungsa, sebuah frasa dalam Bahasa Sansekerta atau Bahasa Jawa, yang memiliki makna ciptaan Tuhan yang sempurna. Ini merupakan gambaran manusia yang sadar bahwa dirinya merupakan harmoni antara fisik dan rohani, yang dikenal dengan istilah Papat sedulur limo pancer, merupakan elemen fisik yang ditiupkan (air, api, udara, dan tanah) serta ruh sebagai pancer atau tubuh wadah yang berarti diri sendiri. Hal kelima ini merupakan pusat kehidupan yang utama ketika manusia lahir ke bumi. Masyarakat Jawa percaya bahwa sebagai manusia, kita harus menyelaraskan kelima hal itu agar menjadi satu kesatuan yang utuh.

Hadir dalam Koleksi NFT
Selain itu, sejalan dengan filosofi Adi Manungsa untuk menciptakan manusia seutuhnya, Era Soekamto bekerja sama dengan NFT purpose, menggunakan platform ini untuk menyalurkan sebagian hasil penjualan NFT melalui SOS Village khusus di desa-desa terpencil bagi pendidikan dan pemberdayaan manusia
“Batik merupakan peninggalan kebudayaan asli Indonesia sarat dengan makna serta kebijaksanaan. Adi Manungsa adalah bukti konsistensi saya untuk terus berkarya serta mengeksplorasi batik sehingga dapat membagikan nilai kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya untuk menjadikannya cerminan bagi setiap orang,” tutup Era Soekamto.
Teks: Setia Bekti | Foto: dok. Era Soekamto