Bahaya Grooming Mengintai Remaja Lewat Live Streaming

Jakarta, Kirani – Selalu tampil live dengan berani berekspresi memang menjadi hal yang umum dilakukan sekarang ini. Media sosial telah menjadi platform populer bagi remaja untuk berekspresi, berinteraksi, dan bahkan berkarya, salah satunya melalui fitur siaran langsung (live streaming). 

Namun, ada bahaya serius yang datang mengintai yaitu grooming. Fenomena ini semakin marak menyasar remaja yang aktif melakukan live streaming, memanfaatkan kerentanan dan keinginan mereka akan pengakuan atau popularitas.

Apa sih grooming itu? Grooming merupakan tindakan sistematis yang dilakukan oleh pelaku (groomer) untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan kendali atas korban dengan tujuan eksploitasi, seringkali seksual. 

Proses ini dilakukan tidak secara instan, melainkan melalui serangkaian tahapan manipulatif yang dirancang untuk mengisolasi korban dan membuatnya merasa bergantung pada pelaku. Pro Publika, inisiatif CSR dari Magpie Public Relations, menyoroti bagaimana pelaku eksploitasi memanfaatkan kerentanan remaja yang sedang mencari jati diri dan haus pengakuan di ranah digital.

“Fenomena ini semakin marak menyasar remaja yang aktif melakukan live streaming, memanfaatkan kerentanan dan keinginan mereka akan pengakuan atau popularitas,” demikian pembukaan siaran pers yang dirilis Kamis, 26/6 lalu.

Remaja yang sering tampil di live streaming memiliki visibilitas tinggi, sehingga menjadi target empuk para groomer. “Fitur interaktif seperti komentar dan pesan langsung memungkinkan pelaku untuk mendekati dan mengamati target mereka dengan mudah, mempelajari minat, kebiasaan, dan bahkan kerentanan emosional remaja,” bunyi pernyataan tersebut.

Bagi remaja yang rutin melakukan live streaming, mereka menjadi target empuk karena beberapa alasan yang menjadikan mereka sangat rentan:

  • Visibilitas Tinggi dan Aksesibilitas: Konten live streaming membuat remaja sangat terlihat oleh siapa pun di dunia maya, termasuk para groomer yang secara aktif mencari korban potensial. 
  • Interaksi Langsung dan Ilusi Kedekatan: Fitur komentar dan pesan pribadi saat live memungkinkan groomer untuk berinteraksi langsung, membangun koneksi personal yang terasa otentik, dan melancarkan bujuk rayu. 
  • Keinginan Mendapatkan Perhatian dan Validasi: Remaja pada umumnya sedang dalam tahap pencarian identitas dan seringkali haus akan perhatian, validasi, dan pujian dari lingkungan sosialnya. Groomer memanfaatkan ini dengan memberikan komentar positif yang berlebihan, hadiah virtual yang mahal, atau bahkan janji-janji palsu tentang ketenaran, karier, atau dukungan finansial. Ini menciptakan ketergantungan emosional yang kuat.
  • Informasi Pribadi Tanpa Sadar dan Eksploitasi Data: Terkadang, tanpa disadari, remaja bisa membocorkan informasi pribadi atau rutinitas mereka saat live streaming, seperti lokasi, sekolah, atau jadwal kegiatan. Informasi ini dapat digunakan groomer untuk mendekat, melacak, atau bahkan mengancam korban di kemudian hari, memperburuk situasi dan membuat korban merasa terjebak.
Antisipasi dari kejahatan grooming perlu dilakukan sedini mungkin

Pentingnya Peran Orang Tua 

Orang tua memiliki peran penting dalam melindungi anak-anak mereka dari bahaya yang ada pada grooming. Rumah menjadi sekolah pertama bagi anak, agar tidak terjerumus dari bahaya ini. Edukasi Dini dan Komprehensif. 

Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman di rumah dan sekolah agar remaja berani bercerita jika ada hal yang mencurigakan atau mengganggu mereka di media sosial. Berikan dukungan emosional tanpa menghakimi, dan pastikan mereka tahu bahwa ada orang dewasa yang dapat dipercaya untuk membantu mereka. Dengan ini mereka tidak tergoda dengan interaksi dari luar lingkungan keluarga.

Bentuk interaksi yang tampak akrab, komentar manis, hadiah virtual mahal, hingga janji karier merupakan strategi untuk membangun ilusi kedekatan. Hal ini memicu ketergantungan emosional yang kuat. Dalam beberapa kasus, remaja bahkan tanpa sadar membocorkan informasi pribadi yang bisa dieksploitasi lebih jauh.

Dorong remaja untuk mengembangkan kemampuan literasi digital yang kuat, termasuk kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang mereka terima online, mengenali akun palsu, dan memahami risiko berbagi informasi pribadi.

Teks : Ratna Kamil | Dok : Gemini